Kau. Aku. Kita?


Kau, sang penyembur semangat sepanas api abadi. Mengembalikan jejak kehidupan di raga yang hampir mati. 

Kau, tiga aksara yang mampu menampung semesta. Satu sosok tak sempurna yang begitu sempurna. 

Kau, pelangi hitam putih. Yang mengalahkan keindahan prisma matahari.

Kau, paradoks Epimenides. Yang mengalahkan Sisifus, sang terhukum Zeus. Tak terpecahkan. Sampai akhir jaman. 

Kau, dengan lengkung senyummu yang menawarkan candu. Aku, berdiri di tepian dengan jari bergetar, mencoba menggapai masa lalu.

Kau, dengan aliran airmata yang membuat untaian kata tak lagi bermakna. Aku, membeku. Terpaku.

Kau, rangkaian nada yang berdenting mengiring harmoni. Aku, terdiam mengurai dan menyesap setetes rindu.

Kau, imajinasi tak terjangkau logika. Aku, mencoba menyelami celah dibalik kamar usang bernama: rasa.

Kau. Ketika rumus fisika majal, matematika menemui ajal, kimia tak lagi berguna, dan biologi hanya kata tanpa arti. Kau, tak terdefinisi.



Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *