Anak Kecil, Payung Besar


Anak kecil. Berbaju merah berpayung biru. Air di wajahnya bukan hujan, tapi peluh. Terengah mencari uang saku.

Anak kecil. Berbaju merah berpayung biru. Kecipak air di tiap langkah tanpa sepatu. “Ojek payungnya, Pak, Ibu?” Aku terharu.

Anak kecil. Berbaju merah berpayung biru. Langkah tersaruk, payung menutup lemah. Hujan sudah reda.

Anak-anak kecil. Payung-payung besar. Rintik-rintik kecil. Harapan-harapan besar. Dan wajah-wajah lapar.

Anak kecil berpayung besar. Tangan kecil, keriput dan gemetar. Menggumam berkerincing. Uang receh jatuh berdenting.

Anak kecil. Payung besar. Hujan reda. Langit cerah. Wajah kecewa. Mengojek payung tak cukup untuk sekolah.

Aku duduk santai, menikmati alunan musik jazz dan secangkir kopi. Mereka duduk lunglai, menatap kagum mobil Jazz dan terus bermimpi.

Anak kecil menatap jendela. Anak rambut masih basah. Bekas sujud kepada Tuhannya. Dia berdoa, semoga besok hujan mau menyapa.

Tak usah deras hujannya. Tapi, buatlah ia turun dua jam saja. Ibu butuh beras, kancing baju ayah sudah terlepas…

Anak kecil menatap jendela. Imajinasi mulai meraja, ke depan mal, tempat dia menawarkan payung, menahan gigil, kaki berkecipak air.

Mentari menghapus imajinasi. Hujan dua jam tak jadi menyapa Bumi. Bahu ditepuk. “Sudah hampir pukul tujuh.” Kata Ibu.

Anak kecil menatap jendela burik. “Hai, awan. Jadilah pekat dan hitam. Aku ingin memeluk rintik. Agar tersenyum menjelang malam.”

Menangkap mimpi. Mengikatnya ke balon putih. Melepaskannya ke langit kelabu. Berharap angin membawanya ke dunia baru.

Anak kecil berpayung besar dan aku sama-sama mencintai hujan. Uang basah dan inspirasi deras menyapa. Tapi hujan sudah reda.

,

9 responses to “Anak Kecil, Payung Besar”

  1. Suka ngobrol sama anak-anak kecil sang ojek payung :’)
    Miris, sedih, tapi juga gak bisa memungkiri keceriaan murni mereka.
    Mereka… Membuatku bersyukur.
    Next time pengen bawa adekku yang manja nemuin mereka, biar adekku tau betapa beruntungnya dia.

  2. Mungkin saya adalah satu-satunya orang yang membenci hujan. Dengan alasan apapun, saya membencinya. Bahkan saat menulis comment ini, saya sedang mengutuk sang hujan. Karenanya, membuat saya tidak pernah berpikir dampak besar dari hujan terhadap orang lain.
    Sekarang saya mengerti. Sekarang, walaupun rasa tidak suka saya terhadap hujan tak akan hilang, saya akan berusaha lebih menghargainya. Setidaknya, untuk orang-orang yang menggantungkan hidupnya pada titik-titik air hujan. :)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *