I cannot imagine myself without best friends. Di suatu siang yang terik, entah setan mana yang merasuki, gue ingat ngomong gini ke sahabat gue: kalau suatu saat nanti gue besar kepala, arogan, songong, tolong keplak gue. Sahabat-sahabat gue memegang teguh kalimat di atas. Tak jarang, kami berantem. Dia menyangka gue berubah, gue menyangka dia lebay. And that’s the test of the friendship. Will it last, or will it be a sinking ship?
Ada saat ketika gue merasa keren minta ampun. Merasa I have everything: duit, pacar, teman baik, networking, luck, you name it. Dan justru di saat seperti inilah, gue jadi belagu. Gue mengecilkan peran orang. Gue menjauhi orang yang gue anggap nggak punya kontribusi dalam hidup gue. Gue jadi memandang, pertemanan itu kalau lo bisa menguntungkan gue. Kalo nggak, ya dadah babay. Sahabat gue meradang, dan kami berantem, lalu kata-kata, ‘you know what? elo udah berubah sekarang. Elo arogant. You’re mean. You’ve become someone you loathe the most.’ Ego gue tergores. No. Let me rephrase. Ego gue tertonjok dan gue jadi defensif. Membela diri habis-habisan. Memberikan alasan yang di saat itu terdengar masuk akal, namun sebenarnya, cuma pembenaran diri dan sekadar excuse busuk. Lalu kami musuhan…. satu hari. HAHAHAHA. Kayak anak kecil, ya?
Well, ego gue saat itu memang tertonjok dan gue merasa hina. Namun, setelah mengendapkan semuanya, mengesampingkan amarah, gue ngaca. Apakah benar yang dia omongin? Apakah gue emang kayak begitu? And then, I apologize. Gue berterima kasih karena dia udah ngingetin. Dia melakukan apa yang seharusnya seorang sahabat lakukan. Tanpa tamparan darinya, mungkin gue udah berubah jadi orang yang menyebalkan nggak kira-kira. Lebih menyebalkan dari sekarang. Dan juga sebaliknya. Gue juga nggak akan ragu ngasih tau sahabat gue kenapa gue nggak suka tingkah lakunya. Tentunya, kami akan berantem.
You know what, kejujuran itu bukan sesuatu yang bikin orang nyaman. And that’s the thing: the truth is never meant to comfort you when you first hear it. It will make you uneasy. It will disturb you. Your core will be shaken. It meant to slap you really hard until you realize, the comfort will come with the acceptance.
I am not a saint. Never will be. Gue punya banyak kelakuan buruk. Salah satunya, kecenderungan untuk sombong karena berpikir I earned all of this shit. Because of this, maybe, maybeeee, ada yang nggak suka, atau bahkan benci gue. It’s okay. Ini bagian dari pembelajaran. Sampai gue diingatkan para sahabat, sampai gue melihat sendiri bagaimana seseorang yang level skill-nya jauh di atas gue tapi tetap menginjak tanah, di situlah gue kembali tertampar. Nyet, kemampuan elo baru segitu aja udah belagu? Plis deh get over yourself. And that’s what I do. That’s how I become better. Hopefully, continuosly.
Gue tersadar bahwa pertemanan itu bukan hubungan dagang. Bukan melulu tentang untung dan rugi. Apa untungnya berteman dengan si A? Apa ruginya berteman dengan si B? Apa yang dia punya yang bisa memberikan gue A-B-C? No. Friendship is beyond that. Buat gue, sahabat itu bukan orang yang harus tiap hari lo temui, lo curhati, bukan orang yang ke mana-mana harus bareng, bukan pula seseorang yang harus sama persis plek ketiplek seleranya sama elo.
Sahabat adalah orang yang bisa gebukin elo kalau elo salah, bukan malah mendukung dengan sejuta empat puluh alasan. Sahabat adalah orang yang akan noyor kepala elo kalo elo punya masalah, yang akan berterus terang bahwa mereka nggak suka kelakukan elo dan ngasih solusi atas masalah elo. Sahabat adalah orang yang lo kasih masuk ke dalam tembok yang lo bangun tinggi-tinggi, dan elo berikan mereka kepercayaan penuh, mereka nggak akan merusak tembok itu. And it doesn’t happen in one night. Orang yang gue ‘izinkan’ untuk tau daleman gue, tau kebusukan gue, masuk ke teritori pribadi gue, adalah orang-orang pilihan, yang proses seleksinya memakan waktu bertahun-tahun. Temenan satu dua bulan lalu ngaku-ngaku sahabat? Plis, lah. Nggak segampang itu, nggak semudah itu.
Your best friend(s) is (are) not your fans. Mereka nggak akan takut untuk mengungkapkan kenapa mereka nggak suka sama tindak tanduk elo. Mereka akan jadi orang pertama yang memuji keberhasilan elo, orang pertama yang lo tau, di diri mereka elo akan aman, tempat lo bisa cerita apa saja tanpa di-judge. Mereka akan jadi pembela elo nomor satu dan mereka akan jadi orang pertama yang gebukin elo kalo elo belagu. But, they are not your fans. They will never be.
Kalo elo punya sahabat yang selalu setuju sama ucapan elo, tingkah laku elo, kejelekan elo, trust me, they’re not your best friends.
Satu hal lagi: buat gue, seharusnya sahabat adalah pacar tanpa kata putus.
Now you know what makes a best friend, a best friend.
Do you have similar story? Do tell.
P.S: this post is dedicated to my best friends, you know who you are. Nggak perlu gue sebut ntar kalian kumat nyebelin dan geernya. wkwk.
27 responses to “Friendship”
Aku punya Lex, segelintir manusia yang bener-bener aku kasih kunci lingkaran terkecilku. Segelintir orang itu yang dengan gak punya udelnya bisa ngomelin kalo mereka ngerasa aku keluar “batas”, tapi dari mereka jugalah aku dapet sayang yang tak berbatas. Baca ceritamu diatas makin ngerasa kalo aku beruntung banget punya mereka.
Makasih ya Lex…udah diingetin pentingnya peran sahabat.
We are lucky indeed, Erlika! We are!
Aku punya satu sahabat dari SMA yang tau tai-tainya aku, kita share segala hal. Rahasia dia aku pegang, rahasia aku dia pegang. Sama kayak yang koh Alex bilang, kami ga ketemu tiap hari. Ada tahun-tahun dimana kami LDF-long distance friendship. Ternyata dengan jarakpun hub kami teruji makin kuat. Dia paling getol ngehina2 kalo saya mulai sok2 playing victim, kalo mulai mellow ga jelas. Tapi dia maju paling depan kalo saya disakitin. Dia udah kayak saudara, terimakasih sudah mengingatkan betapa berharganya orang seperti dia.
Don’t ever lose people like this, Ayu. :’)
Aku punya sahabat dr sma, gak sekota, gak sering, tp istilahnya dlman sebusuk apa dia tau, dan sebaliknya. Kalo sdh ketemu kita bisa ngobrol gak selesai2, tapi bisa berminggu2 atau berbulan2 gak ctc…bisa jg kayak telepati tau2 ngontak..
AHHHHH PERSISSSSS! Aku juga gituuu! Hahahaha
Kok aku pengen nangis ya baca postnya… Udah 4 bulan, sahabat mutusin ga mau lagi temenan, tanpa ngasih alesan salahku apa. Sampe detik ini loss contact. Aku ucapin selamat ultah, dia ga bales.
Positifnya, mungkin ini cara Tuhan menunjukan kalo dia emang bukan sahabat yang pantas diperjuangin. :). Berusaha move on dan let it go. Heheee.
Thanks for story koh.
semoga in the next 10 years, udah ada sahabat yang nyangkut. gak usah banyak, satu pun cukup. Semangat, Gea!
Gue kayaknyaa….
Belum punya buat saat ini. Yah, gimana sih. Entah gue yg masih terjebak dgan masa lalu yg ktika itu gue pnya temen pada ngehe plus kampret dan yaa gue mempercayai mereka. Tpi pd akhirnya ya gtu, dteng ktika butuh, hilang ktika sedang bahagia. Dan skrg ya apa” serba jdi lebih ke yg mikir dlu. Mngkn bsa d anggap over thinking.
Tapi klo gue boleh tau, lex… kpan sih, seseorang itu bisa naik derajatnya dari teman ke sahabat. Mnrut lu gmna? ksh tips gtu kek, biar cerdas ngeliat mana yg sahabat mana yg bukan
only time will tell, fauzi… only time will tell. kalo yang lo anggap sahabat cuma nongol saat mereka butuh, ya artinya elo perlu evaluasi definisi sahabat lagi
“Satu hal lagi: buat gue, seharusnya sahabat adalah pacar tanpa kata putus.”
Lalu kemudian bingung apa beda pacar dan sahabat *dikeplak*
kalo pacar kan bisa putus ganti-ganti. wkwk
gue punya sahabat sejak smp. sampe sekarang masih deket walau dia sekarang domisili udh rada jauh dan udh berumah tangga. doi tau bgt gue luar dalem, begitupun gue. kita sering melakukan hal bodoh dan gila bersama. i can say she’s the unbiological sister to me.
family by choice, not by blood. good for you, Irma!
I needed this. Thanks like mucho gracias, your writings are the best Alex. They are always somewhat relatable. I wish I could be your bestf too :-)
Mine is….or was..change, but too bad (s)he didn’t want to know or want to be reminded. So, I am officially have bestf less.
And that’s okay. (I think) I’ll live.
yes you’ll live. something, like friendship, sometimes, is not meant to live forever. because people grow, and sadly, they can grow apart…
seiring berjalannya waktu pindah2 lokasi kerja, sekolah, dkk banyak banget orang yang datang dan pergi..sampai pada titik hanya beberapa orang yang selalu tetap di hati. mereka adalah yang berteman tanpa ekspektasi macem2, dan berani mengambil risiko menerima apa adanya temannya. Bukan orang yang mengerti perasaan juga sih, namun setidaknya selalu tepat timingnya. Selalu tepat saat dibutuhkan tanpa ada pemberitahuan..semacam telepati gitu..
ini juga komen didedikasikan untuk dia, dia dan beberapa orang yang memang masuk dalam lingkaran itu dalam hidupku..
semakin bertambahnya umur,semakin bisa nentuin siapa aja sih yg layak buat masuk ke dalam inner circle kita..sahabat itu ya walopun l berantem gede pasti ujung”nya sih baekan lg..g pernah banget ngalamin hal itu..diontrok rame” sama sahabat sendiri aja pernah..tp ya itu,buktinya sampai saat ini kita fine” aja sahabatan..
sahabat juga bisa ngertiin aib l atopun keluarga l tanpa ada rasa buat jauhin l..justru mereka jd salah satu orang kepercayaan l buat ngeluarin unek” l..
yg namanya sahabat juga walaupun l kepisah lama gada kontak,tapi pas ketemu lg l ga ngerasa awkward sama sekali..dan balik jadi deket lagi..
g jg pernah dikecewain sama orang” yg ngakunya ‘sahabat’ tp cuma karena g uda ga ‘guna’ lg atau g berteman sama org yg ga mereka suka atau g uda jarang ikut kumpul,terus mereka dengan mudahnya ninggalin g..cuma ya itu g jadiin pelajaran berharga aja dan bikin g lebih menghargai sahabat” yg bener” setia sama g.. :’)
dan satu lagi ‘g lebih milih sahabat daripada pacar’..sahabat itu uda bareng sama g selama taunan,bahkan ada yg belasan taun..di saat pacar(skrg mantan) g dulu ga bolehin g kumpul maen sama sahabat g,ya jelas g menolak lah..siapa dy ngatur” g ga boleh maen sama sahabat g yg jelas” lebih setia daripada dy..haha..
Well..
Setelah gue baca ini, gue jadi keinget sesuatu. Dulu gue pernah punya teman yang ‘pernah’ gue bilang dia itu sahabat gue. Always together from a child, sampai menginjak masa-masa sma, dimana kita baru mengenal hal pacaran waktu itu, kita masih bareng2, masih suka saling kasih masukan, saling menertawakan hal bodoh yang sama. Sampai ada perbedaan persepsi ditambah cewe yang dia taksir, itu naksir gue, disana kami mulai saling menjauh, musuhan, ga jelas. Beberapa bulan kami seperti itu, kontek2an pun jarang. Dianya sering ngefek disosmed. Setelah kejadian itu pun gue banyak mikir, ngapain musuhan gara2 cewe, ngapain menghilangkan silaturrahmi gara2 satu cewe, dab banyak hal lainnya. Sampai akhirnya gue yang ngontek dia duluan, nanya kabar apa segalanya. Yaaa, gue merasa disini gue bisa berpikir lebih dewasa, tetapi hal itu nggak ngaruh banget sama hubungan pertemanan kita. Nggak kayak dulu yang masih enjoy lepas. Sekarang lebih jaim masing2. Dan itu membuat gue nggak begitu exited tentang persepsi sahabat atau apalah namanya. Bagi gue sekarang, berteman dengan siapa saja, dan kayak kata kokoh tadi, hanya beberapa orang yang bisa lihat dalem2nya kita, perlu a long time untuk itu dan untuk membangun kepercayaan yang dalem.
Duh tjurhat ??
Gue juga punya sahabat, dan dia laki. Kami hanya berteman, tapi lebih dekat dari seorang pasangan. Setiap gue ngomong A, dia bisa ngerubah A gue jadi B-Z dan itu nyebelin banget, tapi entah kenapa kalo sama dia gue selalu ngerasa seneng mulu. Jujur, gue cewek pada layaknya yang nggak mau terlihat jelek di depan cowok, terkecuali dia. Saat gue ngerasa hidup ini full of fake and unfair, dia selalu bilang, “Lo itu kayak gumpalan hitam yang udah nggak bisa dibalikin jadi berwarna lagi, tapi buat gue, dalam diri lo itu masih ada titik titik putih yang patut lo banggain”. Setiap kali ketemu sama dia, gue sama dia selalu aja punya bahasan even itu pembahasan yang gak penting tapi selalu bisa jadi penting pas ngobrol bareng. Gue pernah diem2an selama 6 bulan krn sesuatu yg udh gue lupain, pas kita baikan juga lucu gitu malu2 kesel gitu aaaaak hahahah. Gue broken home, tapi krn gue punya dia, gue ngerasa hidup gue bisa lebih baik dari apa yang udah orang tua gue lakuin ke hidup gue. AAAAAAKKKK SAYAAAANG BANGET POKOKNYA SAMA DIA
Sahabat (terkadang) datang dan pergi. Bisa krn satu masalah (sepele) persahabatan bertahun tahun bisa bubar, sahabat jadi stranger. Aku percaya setiap org akan memiliki ikatan jodoh, bila ikatan jodoh itu sdh habis, gimana cara dan kejadiannya, kita akan berpisah.
punya sedikit sahabat, beberapa teman dekat, dan banyak teman yang masih ‘nempel’ sampai bertahun-tahun. karena itu, gue merasa hidup gue full of blessing. :)
Punya dong sahabat yang bisa diajak diskusi apa pun bahkan gegalauan bareng. Buatku itu sangat menyenangkan
“Satu hal lagi: buat gue, seharusnya sahabat adalah pacar tanpa kata putus.”
i couldn’t agree more. aku lebih suka menyebut mereka pacar-pacarku, daripada sahabat. somehow, sahabat sounds so cheesy for me. but, yeah, karena mereka pun aku merasa terlalu beruntung karena bisa dikelilingi oleh orang-orang baik.
Aku punya sahabat, dia salah satu temen pertama yang aku
dapet waktu aku pindah ke Jakarta. Aku cewek, dia cowok, tapi kita sahabatan
dan memang ga akan bisa bersama sebagai pasangan. Kalo lagi sama dia berasa
nyaman, dia uda pernah liat aku tanpa make up, pake baju tidur buluk, ada di
hari hari paling gelep di hidupku.
Tahun kemarin dia ikut program WHV ke Oz, tapi jarak ga mengubah hubungan
sahabatan kita sama sekali. Sampe dia balik dari Oz minggu kemarin dan kita
ketemuan, tetep aja bisa ngobrol bareng sampe seharian. Uda ga ada saringan dan
jaim lagi kalo ngobrol sama dia, segala apa yg kita rasain ya kita obrolin. Aku
juga yg dapet kehormatan untuk pertama kali tau ketika dia coming out.
Begitu baca tulisan ko Alex yang ini, langsung keinget sama dia.
Seneng punya sahabat kaya dia :”)
Aku punya sahabat sedari sd koh, temen deket rumah. beda sekolah dr sd, smp sma bahkan pas abis kerja pun jarang main. jarang ketemuan. tapi tiap kita ketemuan gak pernah kehabisan bahan omongan. Perkara bacotnya kasar kaya gimana ngatain kita, entah kenapa aku gak pernah bisa sih marah sama dia.. karna aku tau, dia bicara begitu ya karna sayang sama kita.
eh tapi sekarang aku lg sedih koh, bulan lalu kebetulan kita main bareng, suamiku pun ikut, tp entah karna suatu hal sahabat aku cuma becanda padahal, eh suami aku sakit hati sama omongannya. :( padahal mungkin gak pernah ada maksut untuk bikin sakit hati. sekarang cuma bisa ngeliatin aja status2nya ..
Some friendships are sweet, but some of them are bitter and hurts like hell when you realized that you’ve grown apart. Dan sampe sekarang pun entah kenapa aku belum bener-bener nemu siapa orangnya selain pacar. Thanks for the great writing, btw!