From Hokkaido To Kyushu (Part 4)


Halo, halo! Maafkan karena lama nggak update blog. Gue baru pulang dari Flores and I will tell all about it soon! Buat yang belum sempat baca part sebelumnya, silakan: HOKKAIDO – Part 3

Sekarang, mari terbang ke:

FUKUOKA – KYUSHU ISLAND

Kalau di Lake Toya gue mengalami malam yang sempurna, keesokan harinya, ketika tiba di New Chitose airport, masalah mulai berdatangan. Yang pertama, pesawat delay. Okay, berarti ini kesempatan untuk jalan-jalan keliling airport warbiyasak besar ini. Ada Doraemon park dan Hello Kitty park segala, di samping pusat perbelanjaan di bandara yang katanya terbesar di Jepang. Kemudian, masalah lain muncul: wifi kami tidak bekerja dengan baik, sehingga gue harus mengandalkan wifi bandara yang ternyata hanya bekerja baik di beberapa titik.

Beberapa jam kemudian, masalah delay terselesaikan, dan kami tiba di Fukuoka saat hari sudah gelap. Walau pegal-pegal, urusan perut dan rasa penasaran lebih menjajah membuat kami memutuskan untuk berjalan kaki dari hotel selama sepuluh sampai lima belas menit ke Nakasu Yatai Stalls yang terletak di pinggiran sungai di tengah kota. Stalls makanan berderet-deret, kepulan asap yang wangi, dekorasi kios yang berwarna-warni, serta celotehan ramai dan bayangan gedung-gedung yang terpantul di sungai menciptakan atmosfir yang menyenangkan sekali walau suhu malam itu mencapai 32 derajat dan lembap. Setelah siangnya kenyang dengan berbagai makanan di Tenya (btw, ini oke banget untuk kalian traveler muslim yang berkunjung ke Jepang, karena peralatan memasak makanan yang mengandung babi dipisahkan dari makanan yang tak mengandung babi. Jadi walau nggak ada sertifikasi halal (yes keleus ada MUI di Jepang), makanan di Tenya bisa dikonsumsi tanpa rasa khawatir terkontaminasi babi-babian, plus, rasanya ENAK BINGGOW DAN MURAH PULA HORE!), gue memutuskan untuk mencoba Hakata Ramen.

Rasanya gimana? Well, let’s say, saking enaknya ramen ini, gue rela duduk di kios pengap karena uap ramen dan suhu di luar sana sambil makan ramen puanas yang membuat kaus gue basah karena keringat dalam sekejap. Tentunya Hakata Ramen ini nggak ada halal-halalnya karena kuahnya aja tonkotsu atau sup dari rebusan tulang babi. Bedanya, Hakata ramen ada tambahan mayu atau minyak wijen yang berwarna gelap. Wangi minyak dan rasa gurih dan creamy dari kuah ramennya bikin megap-megap saking enaknya. Asli!

Another night well spent.


YOSHINOGARI AND BEPPU, OITA.

Setelah sarapan di hotel, kami meninggalkan Fukuoka dan menuju destinasi pertama: Yoshinogari Historical Park.

OLYMPUS DIGITAL CAMERA
OLYMPUS DIGITAL CAMERA

Di tempat yang luasnya amit-amit ini, museum berteknologi modern dan replika bangunan-bangunan Jepang zaman kuno dengan atap daun kering, menara pandang dari kayu dibangun. Hasil ekskavasi di daerah inilah yang memberikan banyak gambaran bagaimana kehidupan zaman sebelum zaman samurai dimulai di Jepang. Banyak area yang masih digali, dan hasil galian yang menakjubkan itu direstorasi dan disimpan di museum. Salah satu yang paling menakjubkan: guci besar yang berisi tulang belulang. Ternyata, di zaman dahulu banget, ada ritual penguburan manusia dengan menggunakan dua guci. Setelah tanah digali dengan bentuk lonjong menyerupai guci, maka guci pertama akan dimasukkan ke situ, kemudian mayat dimasukkan ke dalam guci, dan akhirnya guci kedua disatukan ke guci pertama dan melindungi mayat di dalamnya. Mengesankan sekali.

Hasil kunjungan ke Yoshinogari dari pagi sampai siang memberikan dua hal ke gue: pelajaran yang sangat menarik tentang sejarah Jepang zaman kuno, dan hawa panas Kyushu, yang jauh lebih panas dari Honshu apalagi Hokkaido, yang membuat kulit gue rasanya seperti retak karena berjalan satu bangunan ke bangunan lain di taman nasional ini.

Sama halnya seperti banyak kota di Hokkaido yang asing di telinga gue, Beppu-nya Kyushu tak terkecuali. Padahal, Beppu dikenal sebagai kota onsennya Jepang. Mau onsen yang gokil, maka Beppu lah tempatnya. Nah, hari itu begitu tau jadwal kami adalah mengunjungi onsen, gue cemberut dalam hati. Iya, dalam hati aja soalnya gue paling nggak mau merusak suasana grup yang sedang cerah ceria dengan wajah cemberut gue. Pasalnya, gue tahu, gue nggak mungkin bisa bergabung di pemandian air panas karena tattoo gue ada banyak. Ditutupi juga nggak mungkin. Yang ada gue nanti mirip mummy gagal.

Namun, Kazu-san sudah memperhitungkan hal ini. Tetapi mari kita bahas Umi Jigoku dulu, onsen yang amat sangat picturesque! Gue baru tahu ‘Jigoku’ artinya neraka. Julukan ini diberikan karena banyaknya sumber air panas dan gunung berapi di daerah ini, dan karena ada satu kolam air panas meletup-letup yang airnya sewarna darah. Ditambah dengan bebatuan yang juga sangat panas dan asap yang selalu mengepul, tak heran nama ‘neraka’ diberikan. Kami hanya berendam kaki di sini. Panas yang meresap hingga ke pori-pori merilekskan kaki kami yang pegal-pegal setelah dipakai berjalan seharian.

Rupanya, Beppu juga amat terkenal dengan puding yang mirip panacotta. Bedanya, puding karamel khas Beppu (yang terkenal minta ampun tapi gue malah baru tau hari itu) dibuat dengan sumber panas uap air alami, sebelum didinginkan untuk dijual. Rasanya? Let’s just say, makanan Jepang cuma ada dua macam: enak, dan enak banget. Puding uap onsen Beppu masuk ke kategori kedua.

Usai berjalan-jalan di Umi-Jigoku yang mengesankan, Kazu-san menunjukkan kelasnya sebagai pemandu jempolan. Kami diajak ke sebuah onsen yang terletak tak jauh dari Umi-Jigoku. Kazu-san dengan senyum khasnya bilang, di sini gue bisa berendam. Ternyata Kazu-san sudah reservasi sebuah ‘bilik’ khusus untuk kami. Setelah menangkap Marowak (Pokemon yang pake topeng dari tengkorak dan bawa-bawa tulang sebagai senjata – asli gue jejeritan senang karena ini kali pertama menangkap Marowak!) gue dipandu ke sebuah ruangan yang tak terlalu besar, ditunjukkan tempat meletakkan baju, lalu sebuah pintu kayu digeser, dan tampaklah sebuah kolam dari batu alam lengkap dengan tempat untuk membilas badan. Whoa. My very own private onsen with all its awesomeness and glory. Gokil!

“So you just need to insert coin and you’ll see the hot mineral water will run instantly.” Kazu-san menjawab pertanyaan dalam hati gue, kenapa kolamnya kering kerontang. Sesaat kemudian, air panas mengalir dengan deras dan dalam waktu singkat, kolam itu terisi penuh. Onsen pribadi sudah siap! Gue nggak perlu jadi mummy bungkus-bungkus tattoo! Ehe!

Kurang lebih 40 menit kemudian, kami meninggalkan onsen gokil ini dengan badan rileks dan senyum tak lepas-lepas dari wajah. Di dalam mobil Kazu-san memberitahu, sisa hari sifatnya free and easy. Kami boleh menjelajah Beppu. Mau berjalan-jalan di pusat kota, atau mau melihat kembang api di pinggir pantai, atau mau di hotel saja, boleh.

Mendengar kalimat ‘kembang api pinggir pantai’, gue langsung membelalak. Waduh, di Jepang kalau lagi summer, perayaan Hanabi itu nggak abis-abis, ya? Walau sebelumnya sudah menyaksikan pameran keindahan kembang api di Otaru dan di Lake Toya, gue tetap kepengin melihat Hanabi di Beppu. Sialnya, teman-teman nggak tertarik lagi karena sudah dua kali menonton, termasuk Kazu-san yang berujar dia akan istirahat saja di hotel malam itu karena lelah.

Ya sudah, gue mengurungkan niat menyaksikan hanabi karena dua alasan. Mifi yang dipinjamkan ke gue tak bekerja dengan baik. Bahkan untuk buka google map pun tak bisa. Yang kedua, gue malas jalan kaki jauh-jauh. Mendingan juga tidur di hotel.

Dua alasan dan hawa malas gue bubar seketika ketika selesai makan ramen, Kazu-san mendadak berubah pikiran. Dia bilang, dia jadi penasaran sama pertunjukkan hanabi di Beppu karena antusiasme yang gue tunjukkan. LOH KOK GUE YANG DISALAHIN SIH. (dalam hari sih gue udah ketawa alay: WKWKWKWKWK) But hey, I would never say no to this! Jadilah kami berdua naik taxi ke arah pantai sementara dua anggota rombongan lain memutuskan untuk jalan-jalan di pusat kota saja. And oh boy… di pantai yang penuh manusia itu, keputusan kami ikut dalam festival hanabi terbayar tuntas. Satu jam lebih ledakan kembang api berbagai bentuk berbagai warna memenuhi angkasa. Bonusnya, gue mendapatkan beberapa foto bagus. Ihiy.

Malam itu, gue tidur dengan perasaan bahagia, sambil memikirkan: kamar yang pernah ditiduri Filippo Inzaghi yang mana, ya…

Yes, you read it right. Hotel tempat kami menginap pernah menampung Pippo Inzaghi di perhelatan World Cup 2012. Bahkan ada seragam Italia yang ditandatangani Pippo dipajang di lemari kaca di lobby hotel, lengkap dengan potongan surat kabar, foto Totti dan Inzaghi serta anggota timnas Italia lainnya. To think that I might be sleeping in Inzaghi’s or Totti’s room, made me felt so awesome that night.


3 responses to “From Hokkaido To Kyushu (Part 4)”

  1. Terimakasih buat cerita dan foto-fotonya koh. Yang selalu bikin merinding dan mupeng pengen kesana…

    Doakan aku biar bisa ke sana yak. ^_^

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *