Ini Salah Kita


Ketika pegipegi mengumumkan pemenang blog adalah Neng Biker yang memilih untuk menjelajah pantai di Malang Selatan, gue bersorak gembira. Tapi sekaligus bingung. Gembira karena ada kata ‘pantai’. Bingung karena gue nggak ngeh sama sekali kalau di Malang ada pantai. Biasa, selain suka nyasar, pengetahuan geografi gue juga jeblok. Wekaweka.

Kontes blog yang beberapa bulan lalu diadakan pegipegi sebenarnya cukup simpel. Mereka akan bayarin elo jalan-jalan ke destinasi yang elo mau di Indonesia. Syaratnya, cukup bikin blog dan yakinkan mereka bahwa elo beneran mau ke sana, bukan cuma buat pamer di socmed doang. Banyak lho yang mengaku traveler supaya bisa pamer foto (yang cakep juga nggak malah kebanyakan isinya selfie) #eaaa. Anyway, Neng Biker menang karena di tulisannya, dia mengangkat isu ecotourism yang memang menjadi tema lomba blog dengan kental sekali. Tulisannya pun ciamik. Jadi ya nggak heran kalo menang. Nah, sekarang mari berjalan-jalan ke Malang Selatan.

FullSizeRender 30
Neng Biker dari jauh (iye, dari jauh aja, biar pokus ke pemandangan xD)

Kondang Merak
Malam di Kondang Merak, pantai pertama yang kami datangi, sekaligus tempat menginap malam itu.
Kondang Merak
Kalo di atas suasana malam, ini pas sunsetnya.
Kondang Merak
Ini juga.
Milky Way Kondang Merak
Milky way ngintip di barisan pohon kelapa. Pemandangan sehari-hari di sini. *kampret emang*
Kondang Merak
dan ini pas di pantai menjelang tengah malam. Mari menarik napas untuk mengagumi ciptaan Tuhan.
Kondang Merak
ini pemandangan ketika menuju pantai berikutnya. Yea, I know. So pweety.
Kondang Merak
Ini di jembatan unyu, aernya ijo cakep gini. Hvft. Jadi baper…
Kuda
ketemu kuda. (tapi sumpah, gak gue pegang. takut nganuh… )

Ketika tiba di jalan masuk Pantai Clungup, banyak sekali hal yang menarik perhatian gue. Salah satunya, percakapan penjaga di situ, dengan para pejalan.
“Tolong tasnya dibuka, Mas. Kami periksa dulu.”
Para pelancong yang hendak masuk ke area Pantai Clungup mengangguk singkat, lalu, satu persatu membuka isi tasnya untuk diperiksa Bapak Berkumis Berwajah Ramah. Bersama asistennya, si Bapak mencatat apa saja isi tas para pelancong. Mulai dari botol air mineral, rokok, ada berapa batang rokok di situ, makanan kecil, semuanya tak luput dari catatan Bapak Berkumis Berwajah Ramah dan asistennya. Gue memerhatikan dengan wajah penuh minat, ingin tau kejadian selanjutnya. Si Bapak kembali berujar,
“Sekalian diisi ya, data-datanya, Dek. Jangan lupa masukkan nomor hapenya. Kalau mau ke Pantai Tiga Warna, tunggu di Pantai Gatra, nanti akan kami telepon.”

Kembali, para anak muda pelancong mengisi data mereka. Tampaknya mereka sudah ke sini sebelumnya karena sama sekali tak ada protes mau pun pertanyaan yang meluncur keluar. Bapak Berkumis Berwajah Ramah melayani mereka semua dengan senyuman yang tak pernah lepas dari wajahnya. Rasanya adem melihat cara Bapak ini menangani para pelancong.

Tibalah giliran kami untuk diperiksa. Bapak Berkumis Berwajah Ramah kembali mengulang permintaannya. Kami tak ragu membuka tas, membiarkannya menghitung jumlah air mineral gelas, bungkus roti, permen, rokok, makanan kecil, kantung plastik yang kami bawa. Gue hampir bertanya beberapa hal, namun keduluan orang lain.

“Pak, kenapa cuma boleh seratus orang di Pantai Tiga Warna?”
Sambil terus memeriksa tas, si Bapak menjawab, “Pantai Tiga Warna itu nggak terlalu luas, kalau terlalu banyak orang, pasti ndak akan nyaman main di pantai atau snorkeling. Di sini, kan, kami maunya semua orang senang.”
“Terus… kenapa tas diperiksa dan isinya dicatat, Pak?” tanya orang itu lagi.

Bapak Berkumis Berwajah Ramah sudah selesai mencatat isi tas kami satu persatu. Sambil mengembalikan tas ke masing-masing orang, ia kembali menjawab.

“Kalian suka liat pantai yang kotor dan jorok?”

Serentak, kami semua menggeleng. Bapak Berkumis Berwajah Ramah tersenyum lagi.
“Ya sama. Kami juga ndak suka membersihkan pantai yang kotor. Makanya, semua tas diperiksa, dihitung isinya. Begitu mau pulang, kami cek lagi isi tasnya.”
“Kalau ada yang nyampah, gimana, Pak?”
“Ya kami ajak ke pantai pagi-pagi lalu kami suruh bersihin pantai bareng, atau…. Bayar denda.”

IMG_6950

IMG_6951

Gue sungguh terkesima mendengar penuturan Bapak ini. Nggak nyangka banget, di Indonesia yang tampaknya nggak terlalu peduli dengan kebersihan, ada tempat bernama Pantai Clungup – yang menjadi gerbang masuk ke pantai lain seperti Pantai Gatra dan Pantai Tiga Warna-, kebersihan pantai dianggap sangat penting dan dijadikan prioritas.

Gue jadi teringat foto Goa Pindul yang pernah viral beberapa waktu yang lalu. Di foto itu, terlihat ratusan perahu karet mengambang di air dan dipenuhi manusia. Gue kemudian bertanya-tanya, enaknya berwisata kayak gitu, di mana, ya? Jangankan masuk ke dalam goa pake perahu karet, mau gerak aja susah. Kenapa para pengelola itu nggak mengikuti cara kawasan Pantai Clungup? Pengunjung yang masuk ke area wisata dibatasi, misal, sekali masuk hanya boleh 200 orang. Setiap ada orang yang keluar, maka baru boleh ada pengunjung lain yang masuk. Dengan demikian, kita (dipaksa) belajar antre, sabar, yang pada akhirnya, menguntungkan diri kita sendiri karena jalan-jalan pun terasa nyaman. Selain itu, kita dibiasakan untuk membawa pulang sampah kita sendiri, atau membuangnya ke tempat yang sudah disediakan.

Coba lihat gunung-gunung yang sering didaki, misalnya, Rinjani, atau Semeru. Walau ada ranger yang berpatroli, jumlahnya nggak sebanding dengan para pendaki atau the so called ‘pecinta alam’. Bahkan beberapa waktu yang lalu, gue baca status facebook yang isinya kurang lebih begini: “kami sudah bayar 22 ribu untuk daki gunung. Wajar, dong, kalau kami buang sampah sembarangan. Kalian kan, dibayar untuk memunguti sampah….”

Gue marah banget baca status dengan logika ngawur kuampret kayak gitu. Rasanya kepengin nyamperin orang yang menulis status itu, ngasih dia duit dua puluh dua ribu dan nyampah di rumahnya, dan tentunya dia nggak boleh marah. Logikanya kan, sama seperti yang dia tulis. It’s saddening how people are so reckless and so ignorant and think, ‘I paid, so I can do whatever I want!” Di sini gue kepengin banget memasukkan berbagai kosakata kebun binatang dan selangkangan saking sebelnya.

Anyway, gue berharap banget, apa yang Bapak Berkumis Berwajah Ramah dan teman-temannya lakukan di Pantai Clungup, bisa menular ke tempat lain di Indonesia. Sayang banget, kita punya potensi yang luar biasa tapi tetap kalah sama negara lain yang pemandangan alamnya jauh di bawah kita. Liat aja, berapa orang yang ke Singapura setahun, dan bandingkan, berapa orang yang ke Indonesia setahun? Lalu pikirkan, kenapa Singapura yang nggak punya modal pemandangan alam spektakuler bisa jauh meninggalkan kita yang punya segalanya?

It’s our fault. Kita yang nggak menjaga alam.

We live too many years in our comfort zone, thinking we can do whatever we want just because we have literally everything, from jungle to exotic animals to desert to incredibly breathtaking beaches to countless of mountains we can climb. If we keep on doing what we’ve been doing, trashing everywhere, take the nature for granted, we won’t have anything left to see for our children’s children in the future.

Sekarang, mari kita jalan-jalan ke pantai-pantai di Malang Selatan, betapa cantik dan underratednya pantai-pantai ini. Pantai yang masih bersih dari sampah, minim polusi manusia dan polusi cahaya sehingga di malam hari milky way masih bisa terlihat dengan jelas. Semoga, seratus tahun dari sekarang, keindahannya tetap terjaga, bukan hancur dirusak para ‘pencinta alam’ dan ‘traveler’ yang merasa, ‘gue udah bayar, terserah gue mau ngapain aja.’

Semoga.

Sunset Pantai Goa Cina
Sunset di Pantai di sebelah Pantai Goa Cina. Cakep? Oh, iya, dong. Gue bikin timelapse di sini. :D
Sungai Dekat Kondang Merak
Sebelum nyampe ke Kondang Merak, gue dan team melipir dulu liat orang mandi di sungai bening ini (gue lupa nama sungainya, sih…)
sexyback
I know you’re envious of my sexyback #eaaa
happy feet
And I know you’re jealous staring at my happy feet.
menyelam
And yay, me again. Ceritanya lagi nyelem ala-ala mbuh apaan…
me in sunglasses
you’ve seen my back, my feet, me under water, and now, me in sunglasses. Ihiks.

Oh, ya, ini Pantai Tiga Warna yang penomenal itu. Dan iya cakepnya gila-gilaan..

jalan ala supermodel
And of course, harus ada jalan ala supermodel. #eaaa #dikepruk

IMG_6946 Sebenarnya akses ke Pantai Tiga Warna nggak cuma lewat Pantai Clungup aja. Bisa lewat jalan lain, tapi masih tutup untuk publik. Kok kami bisa ke sini? Karena mz penunjuk jalannya jago. Kami sih, cuma ngintip aja. Nggak berani nangkring lama-lama. Takut diseret dan bersihin pantai seharian. :”>

IMG_6993 (1) Menutup postingan ini, mari bertepuk tangan untuk anak-anak kecil ini. Mereka awalnya loncat tanpa celana. Begitu kami tiba, semuanya kocar-kacir dan segera pake celana. Lalu, demi foto unyu, gue memberikan mereka sebatang cokelat dengan syarat mereka harus loncat. Apakah mereka mau? Oh, iya, dong. Berkali-kali! :D :D

Sampai berjumpa di cerita selanjutnya, ya! Ingat, jangan nyampah. ;)

,

35 responses to “Ini Salah Kita”

  1. The night skyyyyy omg and can see that starry sky every night?
    Ide bersihin sampah sendiri itu bagus banget ya, mudah-mudahan banyak yang niru *manggut-manggut*

    Thank you for introducing us to many amazing beaches! Envy to the max though *le sigh*

  2. Cara lo cerita dan nulis cerita memang nggak ada duanya. Gue suka banget. Apalagi ditambahin foto-foto yang entah gimana caranya bisa sebagus itu kalo lo ambil. I adore you!

  3. Yeyy suka sekali lagi kenapa aku menyukai gaya cerita ya Alex. Yg tadinya gak tahu jadi tahu di Malang selatan punya pantai cantik. Dan yg satu ya lg Indonesia lyuar byiasa.

  4. Milky way nyaaa tolongggggg!!! Doain taun ini bisa ke sini yaaaaaa.
    Tuh kan, kamu itu pencerita yang baik, koh. Akuuu ngefansssss. ???

  5. Keren koh ceritanya, semoga semua orang yang hobby traveler baca ya dan ga bakal nyampah kemana pun mereka pergi. Ditunggu cerita yang lainnya koh, btw foto2nya ciamik!!!

  6. Gue yg dari kecil tiap tahun selalu ke Malang aja belum pernah kesana, baru ke Pantai Balekambang doang. Kalah gue koh sama lo *envy banget*. Jadi kangen Malang. ???

  7. Cowok gw yang kampungnya di Malang bahkan belom pernah ke pantai-pantai ini. Thank you buat ceritanya Lex, bucket list gw jadi nambah. We sure will bring our trash along with us. Keep sharing! :)

  8. Thank u for writing such a great story and take such a beautiful picture..jd tau byk tempat indah, mdh2an suatu saat ketika anak2 ku sdh besar bs menunjukan langsung tempat2 indah itu ke mrk ?

  9. Thank you Koh! Nambah bucket list buat jalan2 nanti kalo udah lulus kuliah *padahal masih 2 th lagi* semoga tempat2 wisata di Indonesia bisa kayak gini ya Koh, dan semoga gak ada lagi yg buang sampah sembarangan. Fyi, banyak temen, junior, dan senior yg berlomba2 jadi ‘pecinta alam’ sampe skrg gue cuma bisa berdoa smoga mereka cinta beneran sama alam.

    Keep update ya Koh, inget tiap sabtu! ?

  10. Menyenangkan kalau pantai nya bersih.
    Bahkan aku pernah liat ada orang yg BAB di pantai, itu pagi sekali waktu lagi jalan pagi di pantai.
    Kasian pantainya,, jadi kotor,
    Kasian juga orangnya, karna emang ga ada wc
    Kasian juga diriku, karna ga bisa ngelakuin apa apa ?

    • nganuh… kalo pup kenapa nggak di plastik aja terus bungkus dan iket rapet lalu buang di tempat sampah… kalo ada orang yang nginjek kan kacian ._.

  11. Tentang “pecinta alam”, kadang sedih banget liat temen-temen yang mengaku begitu—karna sering naik gunung— tapi kalo ngerokok, puntungnya dibuang sembarangan. Alam kan ga cuma gunung, kota juga termasuk alam.

    Btw tulisan ini bikin pengen jalan jalan kak! XD

    • padahal puntung rokok itu susah diurai, lho. bisa berpuluh-puluh tahun. nyebelin emang kalo liat banyak puntung rokok berserakan gitu -__-

  12. yap bener koh, gue setuju!.. pernah ke Goa Pindul, waktu itu rame banget. Nggak bisa denger pak pemandu ngomong apa, nggak bisa denger suara kelelawar, pada main air sendiri-sendiri.

    dan gue iseng waktu di zona gelap teriak “Bersik woy!! Diem napa?!!”

    wakwakwakwak

  13. Seperti biasa, cara bercerita luas biasa dari Koh Alex, soal pantai yang banyak sampahnya kayaknya jadi problem nasional, kalo gak bisa dibilang masalah luar biasa bagi kondisi wisata Indonesia haha. Memang semua harus dimulai dari diri sendiri.
    Anw saya pernah ke Malang, waktu itu juga mikir ah gak mungkin tempat ini ada pantainya hahahaha, ternyata ada -_-. Ckckck.

  14. Fotone apik apik. Aku pas ndik Goa Pindul ramene poool polan, pas preian Nyepi kae kak Alex. Biyuh gak iso menikmati blaaas… Bahkan pemandu wisatane omong opo pun aku ra pati krungu hahaha..

    Pingin mrono maneh nek pas sepi wae biar khusuk menikmati alam goanyaa…

    Wow, kapan2 tak dolan mrene ah, Malang ternyata kaya akan lautan yg bersih dan indah!

  15. Setuju!! jangan nyampah :) Seharusnya banyak tempat wisata yg meniru cara bapak2 disana. Jd keinget waktu negur temen biar gak nyampah, eh dia malah bilang “Yaudah ambil lg lah kalau kau mau!!”. Pdhl aku mah mau membiasakan mereka biar gk nyampah. Kesadaran itu penting yakk.

    • gue gregetan baca ini. kalo gue jadi elo, gue akan ambil sampahnya dan gue jejelin di tas orang itu. di mulutnya kalo perlu. :))

  16. Hai Alex, well written! I believe you will raise people awareness buat nggak nyampah sembarangan. Sometimes people are so ignorant because they havent seen good example. And you already set a good example. Keep doing awesome!

  17. Selamat Sore koh Amrazing, saya udah lama follow akun twitternya,saya suka info jalan-jalannya.tapi belum pernah pergi ketempat yang diceritakan.hehehe.oya saya suka juga dengan foto milkywaynya, saya hobi foto juga,tapi belum kesampaian foto milkyway.sedikit IMHO nih buat fotonya koh. banyak foto milkyway nya koh terlalu over cahaya pada objek lain, jadi kalah nih milkyway nya.contohnya ada dalam tulisan yang saya komen ini koh, sekedar IMHO hehehe.Salam dari Banda Aceh.

  18. Manajemen pengelolaan Pantai Clungup bagus! Layak untuk diterapkan di semua obyek wisata yang ada di Indonesia. Semoga ada yang berkenan mengkaji sistem manajemen wisata seperti di Pantai Clungup ini.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *