Lex, lo suka Coldplay, kan?”
“Is that even a question?!”
“Udah pernah ke Sydney?”
“Belum. Pertanyaan pertama dan kedua hubungannya adalah …”
“Coldplay mau konser di Sydney, tuh! Tanggal 18 dan 19 November! Gak mau nonton?”
Gue hampir pingsan mendengar kabar dari teman gue itu. Coldplay dan Sydney. Dua hal yang sangat menarik, sangat menyenangkan, membuat senyum gue terkembang seharian. What a perfect combination! Dengan jantung yang hampir copot, gue langsung mengambil paket Sydney Trip yang dibuat akun @KartuPos, yang salah satu itinerary nya adalah menyaksikan konser Coldplay. Kejutan menyenangkan lainnya: band pembuka Coldplay adalah The Temper Trap. Menyaksikan dua band yang gue suka sekaligus? Oh, it couldn’t get any better than this!
Semakin dekat ke hari-H, gue semakin giat menghafalkan lagu-lagu Coldplay yang belum gue hafal. Lebih excited lagi tatkala Blitz Megaplex menayangkan film Coldplay Live 2012. Didorong rasa penasaran dan sebagai semacam persiapan sebelum menonton konser sesungguhnya, gue langsung mencari tiket film itu. Proses membeli tiketnya agak susah, karena film ini hanya ditayangkan serempak di seluruh dunia, pada tanggal 13 November 2012, selama satu hari. Namun yang namanya jodoh memang nggak ke mana-mana. Satu tiket berhasil gue amankan.
Ekspektasi gue menyaksikan konser Coldplay langsung melambung setinggi langit usai menonton filmnya. Bulu kuduk merinding sepanjang film, bahkan gue harus berusaha keras untuk tidak menitikkan airmata selama beberapa kali. Melirik ke penonton yang duduk di samping, ternyata gue tak sendirian menahan tangis. Oke, gue tidak terlalu malu-maluin makhluk cowok. Kalau menonton di bioskop saja emosi sudah teraduk-aduk seperti ini, apalagi kalau menonton langsung, ya? Gue makin tak sabar untuk segera ke Sydney.
HELLO, SYDNEY! Suhu pagi itu lumayan menggigil walau sudah memakai jaket tipis. Begitu melangkah keluar dari bandara internasional Sydney, gue langsung menuju ke Park Hyatt Hotel dengan tujuan numpang istirahat di kamar teman karena waktu check-in hotel gue masih nanti sore. Setelah beristirahat sebentar, rombongan kami memutuskan untuk berjalan-jalan sejenak.
Rupanya, hari itu semesta sedang berbaik hati. Konspirasi semesta dan waktu berpadu menghasilkan salah satu kejutan terhebat dalam hidup gue: melihat Guy Berryman, Jonny Buckland, dan Will Champion di depan lift hotel. Gue bahkan tak sanggup untuk sekedar menyapa mereka, apalagi meminta foto bareng saking kagetnya. Lutut gue sudah gemetar duluan, jantung berdebar tak karuan, dan tentu saja ditambah kelakuan norak khas gue, yaitu mulut mangap jemari tremor menyaksikan tiga personil Coldplay berdiri kurang dari dua meter di depan gue.
It was so shocking to saw them standing in front of me and the regret that came later on was almost unbearable because I didn’t do anything except standing and staring at them. How idiot.
Sebelumnya, pagi itu, Coldplay ternyata tampil di depan Opera House Sydney, gratis! Seandainya pesawat gue mendarat 3 jam lebih awal, maka gue akan berkesempatan menyaksikan penampilan Coldplay dua kali. Ah, kata ‘seandainya’ memang selalu menyebalkan, ya? Sebelumnya lagi, teman gue yang menginap di hotel itu cerita, ketika sedang sarapan ia hampir keselek karena anak-anak Coldplay juga sarapan di sana, di ruangan yang sama. Hanya Chris Martin saja yang tidak terlihat, namun ada papanya Chris Martin yang mengenakan kaus ‘Coldplay’. Seketika rasa iri menyelinap di hati. Sarapan di satu ruangan yang sama dengan tiga personil Coldplay dan papanya Chris Martin. How awesome could it be? Ugh. That lucky bitch.
Setelah insiden bengong mangap menatap tiga personil Coldplay tanpa berani menyapa apalagi colek-colek berfoto bersama dan meminta tanda tangan, gue memutuskan daripada menyesal lebih baik jalan-jalan menikmati Sydney. November di Sydney artinya awal musim semi, yang artinya lagi, suhu masih dikisaran 15-20 an derajat celcius. Kira-kira seperti di Puncak, tapi dengan bonus angin yang membuat hawanya jadi jauh lebih dingin dan dijamin menggigil jika tak mengenakan jaket atau syal. Yang mengherankan, banyak sekali cewek-cewek yang dengan cueknya mengenakan rok mini bahkan tank top tanpa peduli angin yang menggigiti kulit, padahal gue yang sudah memakai jacket model coat lengkap dengan syal masih kedinginan. Mungkin para cewek itu sudah biasa, mungkin mereka menganut paham ‘beauty is pain.’ Entahlah.
***
Hari H konser. Saat berjalan menuju Allianz Stadium di Moore Park, gue mendadak teringat dengan tanggal 8 Mei 2011. Saat itu gue ngetweet kira-kira begini, “Fix You nya Coldplay selalu bikin gue merinding. Apalagi kalo sampe liat Chris Martin nyanyi lagu ini live.. Ugh.” Rupanya tweet tersebut sampai di telinga semesta dan hari itu gue diberikan kesempatan untuk benar-benar menyaksikan konser Coldplay. Sambil mengambil foto berbagai sudut Allianz Stadium yang mulai dipadati calon penonton, gue mengenang tweet itu. Mungkin dalam kasus gue, bisa disimpulkan bahwa tweet adalah doa, ya?
Di luar Allianz Stadium, gue mengamati calon penonton yang mulai berbondong-bondong nongkrong di depan gate. Ada beberapa wajah Asia, yang kemungkinan besar adalah orang Indonesia, judging from their Blackberries. Ada anekdot yang sedikit banyak benar: kalau di luar negri, perhatikan handphone turisnya. Kalau Blackberry, hampir bisa dipastikan itu orang Indonesia. Anekdot ini terbukti kebenarannya di Singapura, Bangkok, KL, dan Hong Kong. Ditambah dengan saat itu, di Sydney. Haha.
Gue sangat bersyukur sempat membeli merchandise berupa kaus Mylo Xyloto dan jacket hoodie nya. Siang yang lumayan panas berganti menjadi dingin menggigit saat senja mulai menyapa. Di dalam stadion, angin yang lumayan kencang berembus tanpa henti dari tribun kiri tempat gue duduk. Kalau saja gue tak membeli kaus dan hoodie yang memang lumayan tebal, pasti akan kedinginan karena hari itu gue hanya mengenakan kaus tipis dan jins.
Napas gue sempat terhenti sejenak saat memasuki stadion. Panggung besar dengan lima lingkaran raksasa yang nantinya akan berfungsi sebagai layar mendominasi. Di bagian paling depan panggung ada paltform yang jika dilihat dari atas akan membentuk huruf X besar. Di bagian belakang, ada backdrop graffiti berwarna-warni neon, serupa dengan cover album Mylo Xyloto. Bahkan lantai panggung pun dicat dan ditulisi dengan dekorasi serupa backdropnya. A very well prepared stage, I must say. Teman perempuan gue sampai berhenti berjalan sebentar, menatap panggung kosong lama sekali, dan airmatanya perlahan meleleh, membasahi pipinya. Rasanya tak sabar menunggu matahari terbenam dan melihat secara langsung Chris Martin menyanyikan lagu-lagu yang sudah menjadi sahabat dalam hidup…
Band pembuka konser di Sydney, The Temper Trap, tampil solid sekali. Lagu-lagu hits mereka, termasuk yang paling terkenal, Sweet Disposition dibawakan tanpa cela. Rasanya senang melihat band yang vokalisnya berdarah Indonesia ini mendapat sambutan meriah dari penonton di Sydney.
Langit mulai menggelap. The Temper Trap sudah turun panggung beberapa lama. Gue mulai gelisah karena pertunjukan utama belum juga dimulai, padahal sudah hampir pukul delapan malam. Saat menoleh ke kanan dan ke kiri, penonton masih berseliweran. Beberapa menggenggam cup berisi kopi panas, ada yang membawa hot dog, dan banyak yang berbondong-bondong mengisi area festival yang terletak persis di depan panggung. Lalu, pandangan gue tertumbuk pada seorang cewek bule yang di pegelangan tangannya berhias 4 buah Xyloband. Gue penasaran sekali, dan langsung bertanya gimana caranya dia mendapat Xyloband sebanyak itu. Cewek ini nyengir dan menjelaskan, bahwa dia bolak-balik minta ke petugas yang berbeda-beda di pintu masuk. Ih, curang! Gue juga mau Xyloband yang banyak!
Beranjaklah gue dari kursi yang gue duduki dalam misi mengumpulkan Xyloband yang berbeda-beda warnanya. Berbekal sedikit ‘kelicikan’, gue berhasil mendapatkan empat buah Xyloband. Teman-teman gue langsung iri. Menggunakan taktik yang sama, yaitu menghampiri penjaga di pintu masuk dan berbohong bahwa belum mendapatkan Xyloband, lalu mengulanginya di penjaga yang lain, teman-teman gue berhasil mendapatkan beberapa Xyloband tambahan. Seru!
Di puncak kegelisahan gue karena Coldplay belum terlihat juga padahal langit sudah sepenuhnya menggelap, mendadak lampu stadion mati semua. Gelap total. Tak terlihat apa-apa. Tak ada suara apa-apa dari panggung kecuali jeritan membahana dari kami para penonton. Intro Mylo Xyloto mengalun, keajaiban dimulai, kami semua di bagian tribun serentak berdiri. Panggung meledak dalam harmoni warna. Kelima layar berbentuk lingkaran mulai berpendar dalam warna-warni neon yang menyihir mata. Disusul dengan kembang api yang menerangi langit dengan warna dan bentuk yang bermacam-macam. Yang paling magis adalah, gelang Xyloband yang kami pakai menyala serentak dalam warna-warni yang berbeda. Satu stadion menyala dalam warna. Merah, biru, hijau, kuning, pink, putih dan ungu berkedip-kedip bergantian. Sekarang gue mengerti bagaimana rasanya menjadi penonton yang juga berperan dalam konser semegah ini. Airmata haru seketika mengalir.
Penonton tambah histeris saat Hurts Like Heaven mengalun. Lagu yang berirama enerjik ini tambah powerful karena dukungan lighting panggung yang luar biasa keren, laser yang berkelebat dalam formasi yang memanjakan mata, ditambah dengan Xyloband yang berkedip-kedip mengikuti irama lagu. Gue sangat salut dengan konsep Xyloband yang pada awalnya dibuat oleh salah satu fans Coldplay yang bernama Jason Regler. Sebelumnya, Chris Martin pernah membuat lautan cahaya putih dengan meminta seluruh penonton menyalakan dan mengangkat handphone mereka dengan serempak di salah satu konser mereka. Kini, gue dan lima puluh ribu orang lainnya bersatu dalam lautan cahaya warna warni yang kemegahannya tak terlukiskan.
Begitu Hurts Like Heaven selesai, gebukan khas drum intro lagu In My Place terdengar. Gue merinding sejadi-jadinya karena lagu ini memang salah satu lagu favorit gue. Seisi stadion meledak lagi. Kali ini bernyanyi bersama Chris Martin di sepanjang lagu. Energi yang gue rasakan malam itu begitu luar biasa. Semua orang bersatu dalam lagu. Semua orang mengangkat tangan sambil bernyanyi. Gue melakukannya ditambah dengan deraian airmata.
Tak seperti konser di Indonesia yang penontonnya menjelma menjadi fotografer dan videografer dadakan dengan talenan (baca: tablet macam iPad atau Galaxy Tab), yang diangkat tinggi-tinggi untuk merekam konser tanpa peduli bahwa mereka mengganggu pandangan penonton lain, di Allianz Stadium kami semua melebur menjadi bagian dari konser, tanpa menyibukkan diri dengan kegiatan tak berguna seperti menatap layar tablet ketimbang melihat konsernya. Sampai sekarang gue masih tak mengerti dengan orang-orang yang mendadak jadi fotografer dan videografer dadakan sepanjang konser; sebenarnya mereka mau nonton konser atau mau belajar menjadi kameraman.
Setelah Major Minus dan Lovers In Japan dari album Mylo Xyloto, Chis Martin duduk di depan pianonya yang dicat warna-warni. Lagu The Scientist yang lagi-lagi menguras tangis gue mengalun dengan sangat indah, dan langsung dilanjutkan dengan salah satu lagu mereka yang paling legendaris: Yellow. Tak seperti versi album yang diawali dengan genjrengan gitar dan diikuti dengan hentakan beat drum dan bass dan distorsi gitar, kali ini hanya ada suara piano yang yang syahdu. Chris Martin bernyanyi sepenuh hati. Kami semua mengiringinya dengan tepukan tangan dan koor sepenuh jiwa.
“Look at the stars …
Look how they shine for you.
And everything you do.
Yeah they were all yellow..
I came along, I wrote a song for you.
And all the things you do…
And it was called “Yellow…””
Rupanya, gue tak mewek sendiri. Banyak sekali orang-orang, laki-laki maupun perempuan, remaja, dewasa sampai ke orang tua yang menangis sambil menyanyikan lagu ini. Kami bersatu dalam harmoni. Chris Martin mengerahkan seluruh jiwa dan feelingnya menyanyikan lagu ini. Guy Berryman, Jonny Buckland, dan Will Champion juga tampil total di setiap lagu. Belum pernah dalam seumur hidup gue menyaksikan dan menjadi bagian konser semegah ini. Energi setiap orang rasanya mengalir terus menerus, tanpa tersendat, tanpa henti selama hampir dua jam penuh.
Setiap lagu, baik dari album terbaru Mylo Xyloto, album Viva La Vida And Death To All His Friends, X&Y, A Rush Of Blood To The Head sampai album pertama Coldplay, Parachutes, merupakan klimaks konser. Atraksi Chris Martin pun sangat total. Dia berlari, berteriak, menyapa penonton, melambaikan tangan, tersenyum, tertawa, berguling-gulingan di panggung, sampai menghilang dan muncul di panggung di tengah-tengah lapangan sambil membawakan lagu Princess Of China. Tak hanya memanjakan kami dengan lagu dan aksi panggung dan lautan warna cemerlang Xyloband, konser Mylo Xyloto juga menghadirkan confetti di beberapa lagu, kembang api, sampai ke balon-balon raksasa. Megah adalah kata yang terlalu ‘kecil’ untuk menggambarkan konser malam itu.
Salah satu highlights konser malam itu adalah ketika Chris Martin ‘meledek’ Elton John dan diakhiri dengan menyanyikan lagu Rocket Man. Joke sarkas khas Inggris ala Chris Martin membuat kami semua tergelak. Highlights lainnya, saat Chris Martin berkata bahwa penonton yang memadati Allianz Stadium malam itu adalah “one of the best crowd.” Wah, gue merasa bangga sekali.
Coldplay memang bukan band yang mempunyai vokalis pria dengan suara paling tinggi, paling melengking, paling hebat teknik menyanyinya, atau band dengan keahlian memainkan alat musik seperti dewa. Tetapi Coldplay sangat tau bagaimana cara menghibur penontonnya. Kami semua yang hadir malam itu bisa merasakan mereka bermain dan bernyanyi dari hati. Dan itulah yang terpenting dari sebuah konser: penontonnya puas dan terhibur.
Suasana romantis kembali menyelimuti seisi stadion ketika lagu Us Against The World mengalun. Koor massal kembali terjadi setelah sebelumnya kami dihibur habis-habisan dengan Viva La Vida, Charlie Brown, dan Paradise yang lagi-lagi menjadi pameran lautan Xyloband.
It was the best concert, ever. Think about the best concert you’ve been. Multiply it by ten, and you get half of the awesomeness of this concert. The whole experience was magical. And if I have the chance to repeat it again, I would, without any hesitation.
Konser Coldplay kali ini ditutup dengan lagu Fix You yang disambung dengan Every Teardrop Is A Waterfall. Total 21 lagu ditampilkan dengan total. An epic concert with an epic encore. I was more than happy. But later on, I feel a bit sad because Chris Martin said there’s a possibility they won’t be performing in the next three years.
To think about it, I was really, really lucky to be a part of an awesome concert with an awesome crowd in an awesome city. Thank you, Coldplay. Thank you for the unforgettable experience.
*tulisan ini pernah dimuat di Cosmopolitan Men edisi Januari 2013.*
To make it immortal, I proudly put it in this blog.
Tambahan lain: Saat Us Against The World dinyanyikan, gue nangis pelukan sama pacar sambil nyanyi. Hahahaha!
Berdoa saja, semoga Coldplay mau konser di Indonesia. :’)
25 responses to “To Make It Immortal…”
Gue juga pernah ngerasain tweet adalah doa jadi kenyataan hahah.
Cakep, bisa nonton Coldplay live. Dan, lagu2nya Coldplay ini emang favorit dan enak didengerin di setiap kondisi. :))
Not a fan of Coldplay, but reading this makes me merinding disko. You’re so lucky, Lex! :D
ceritanya detail bgt.. imajinasinya seakan2 gue jg lg ada d konser itu jg.. keren, koh :)))
gue bukan fans Coldplay Lex….meskipin ada 2-3 lagu nya di ipod gue
dan gue merindiiiiiing…baca tulisan lo ini…
mau nangis malu….*lagi di kantor
hahaha
kampret! argghhhh aku gak nonton!! :((
Iriiiiiii banjeeetssss…
*langsung muter lagu lagunya Coldplay*
pas banget ini pas tengah malam suasana hening. Detail suara musik dan suara vocal yg unik dari Keris Mor’en semakin membahana memenuhi hati dan jiwa sanubariku..
I can feel it! Your post makes me merinding & berkaca kaca. Thank you for sharing this beautiful experience with us ko..
INI TAHIKS BANGET! GUE LIAT VIDEO KONSERNYA AJA HAMPIR MEWEK KARENA NGEBAYANGIN KALO AJA GUE BISA NONTON DISANA. APALAGI LIAT LANGSUNG.
FIX LAH, ALEXANDER THIAN ADALAH ORANG YANG PALING BERUNTUNG YANG PERNAH GUE TAU :P
Lexyyyyyy gue iriiiiiiii
kmrn ngarep banget Mylo Xyloto tour ke Indonesia juga.. tp sayangnya engga :((
yes, semoga tweet gue terkabul juga ya.. amin amin amin
Merinding gila bacanya,,,, nonton konser coldplay di tv aja udah mo mewek……
Well written, Lex!
*menyusut air mata sambil dengerin coldplay*
ya Tuhan gue pengen banget nonton konsernya, tapi yang iniiii! mana bisa diulang lagi konser nyala2 kayak gini T_T
Gilaa.. Kerennn bangettttz! Pake z.
gillaa bisa nonton Coldplay langsung, jadi pengeenn banget :)
Coldplay kereeeennnn !!!
Lucky you :D
Lagu2 nya coldplay emang asik semua…kapan coldplay manggung d indonesia
Baca nya aja merinding,,semoga gw jg kesampean bisa ntn live coldplay (aamiin)
Gue bukan big fans nya Coldplay. Tau lagunya juga beberapa. Tapi baca ini jadi pengen tau banyak. Tulisan lo “hidup” banget.
Eniwey, gue lg denger radio pas baca ini lagunya “Fix You” :)
Konser Coldplay itu beyond imagination. Bikin senyum dan sedih di waktu yang sama. Indahnya dari mata turun ke hati. Komplit dah.
gw baca ini udah beeeeerrrrkaliikali lex, tapi tiap baca merinding itu te2p ada, sampe gw mau nangis.. coldplay im your big fans!!!!!!!!!!
gak kebayang rasanya ketemu will camphion :’D :’D huahuahuahua
kereen kereeeen bangeet, biaya abis brapa bro ?
Envy sama koh lexy.
Baca ceritanya aja ikut terbawa dalam suasana disana saat itu.
Ikut merinding ngebayangin martin lagi nyanyii..
Ya tuhann..
Pengeeeennnnn yaAllah… :”””
[…] nonton coldplay BANGET BANGET itu setelah liat postingannya AMRAZING yang mana dia nonton pertama kali di Sydney… Nov 2013. Aku mupeng dengan […]