Ketika beberapa kenalan dan teman bilang, “Eh, kalo ke Belgia, skip Brussels aja. Gak ada yang bisa diliat. Kotanya standar banget. Mendingan ke Brugge yang cakep parah.” gue menurut. Maka, tahun lalu gue maennya ke Brugge doang, mampir di Antwerpen tanpa ngendus Brussels. Kemudian, gue mikir sendiri. Masak iya, sih, Brugge bisa segitu cakepnya tapi Brussels yang adalah ibukota Belgia dan Uni Eropa justru gak ada yang bisa diliat? Gak meksens, deh… Tapi pikiran ini berhenti di sini. Gue nggak berminat untuk menyelidiki kebenarannya lebih jauh.
Nah, untuk liburan tahun lalu, karena penasaran (dan teteup, gue gak googling), gue masukin Brussels ke dalam list kota yang akan gue kunjungi. Alasan utamanya: Brussels deket sama Amsterdam, plus, dari Brussels ke Paris nggak jauh. 4 Days in Brussels. This should be more than enough for a city ‘yang nggak ada apa-apanya, dan biasa aja’, kan? Apalagi, gue pengin banget maen ke Ghent, tetangga Brugge. Dua kota ini memang rebutan untuk menjadi kota tercantik di Belgia, bahkan Eropa. Untuk Brugge, yakinlah, memang cakep parah. Serasa ke Amsterdam atau Venice versi mini karena ada kanal di sana sini.
Lalu rencana gue berantakan. Paris Attacks terjadi. Akibat rumor yang beredar, gue mencoret Paris dari itinerary. Terus, ada Brussels Lockdown. Gue stress liat foto polisi di Brussels. Stress baca pemerintah Belgia menghimbau warganya nggak ke mana-mana dulu. Atas pertimbangan ini lah, gue menambah jatah Amsterdam, dan mengurangi jatah Brussels. Dari 4 hari, menjadi dua hari. Kok nggak dibatalin sekalian, Lex?
Karena penginapan udah confirmed. Novotel Grand Place Brussels menerima proposal gue, dan gue dikasih jatah menginap gratis dua malam di situ. Gratisan dibatalin? Ih nehi. Gue mikirnya gini: ya udahlah, dapet gratisan, jadiin Brussels basecamp aja. Ntar maen ke Ghent dan ke Brugge atau ke kota lain. Brussels-nya gak usah.
Gue salah banget.
Nih, ya… kalau ada yang kasih tau “Kota A jelek banget standar gak ada apa-apanya!!” jangan telan mentah-mentah. Mendingan riset dulu. Yang namanya selera orang kan, pasti berbeda. Begitu juga pengalaman traveling ke tempat yang sama. Contoh: singapur yang segitu doang, toh tetap menarik minat orang untuk bolak-balik. Kenapa? Karena selalu ada pengalaman yang berbeda. Makan di tempat yang berbeda. Ngobrol sama orang asing yang berbeda. Atmosfir yang berbeda.
Tiba di Brussels, keluar dari stasiun menuju Novotel Grand Place yang cuma berjarak lima menit jalan kaki, gue terbengong-bengong. BRENGSEK YANG BILANG BRUSSELS STANDAR GAK ADA APA-APA. INI BELUM DI PUSAT ATRAKSINYA AJA UDAH CAKEP PARAH!!! Asli, gue sebel banget. Apalagi mengingat gue cuma akan tinggal di sini dua malam, dan keesokan hari gue harus ke Ghent. Duh.
Yang bikin gue tambah sebel: di depan hotel persis, ada christmas market. Dan yang namanya Christmas Market, nggak ada yang nggak cakep. Barangnya pun ucul-ucul. Tapi ya sudah. Gue menerima kenyataan. Yang penting gratis. #ihiy #hore
(untuk tau gimana cara dapet gratisan (yang sebenarnya ya bukan gratis juga tapi barter jasa), coba buka postingan pertama #26DaysinEurope, gue cerita, kok.)
Saat check in, receptionist-nya menatap gue beberapa kali, lalu nyengir jail dan bilang, “You’ve got a verrrrry good deal on this. Are you some kind of celebrity?” Rasanya aku pengin muter-muter ala Princess Syahrini sambil kibas-kibas buntut. #kemudianakuhtersipusipu #wkwk #wkwk *oke, maap. barusan kumat alaynya*
Gedung Novotel Grand Place nggak tinggi, dan kayaknya, di ‘ring 1’ Brussels memang ada batasan tinggi maksimal gedung. Malah, banyak sekali gedung lama yang direnovasi bagian dalamnya untuk dijadikan resto atau hotel atau bar. Bagian depannya ya masih sama seperti ratusan tahun yang lalu. Di Jakarta, yang model begini mungkin tinggal Kota Tua aja. Sayang banget. Padahal ini bisa jadi modal jualan ke turis, lho.
Pendapat bahwa “Brussels gak ada apa-apanya dan standar bla bla blahhhh” menguap semuanya ketika gue sampai di kamar. Begitu buka jendela kamar, gue pun bengong. Cantik amat, sih… Kalau Amsterdam adalah Nabilah JKT48, maka Brussels adalah Ve atau Melody JKT48.
Gak percaya? Nih, liat foto-foto dari jendela kamar Novotel gue, dan juga foto kamarnya, biar kalau kalian berencana menginap di sini, ada bayangan.
Cakep? Nih, lagi, kalau liat dari jendela kamar hotel.
Yang bikin gue riang gembira (selain kamar gratis), dari Novotel Grand Place ke spot wisata di Brussels, bisa ditempuh dengan jalan kaki. Dari Grand Place ke Mon Des Arts ke Manneken Pis, deket semua. Ih, cintah!
So, yeah. Jangan percaya kata teman atau rekan atau siapa pun yang bilang ke kalian satu tempat itu biasa aja sebelum mengalami sendiri. Okay? OKAY!
Tadi view cakep dari jendela udah. Terus, gimana dengan Brussels Lockdown yang sempat bikin heboh? Ahelah, media tuh suka membesar-besarkan. Serius. Kehidupan di Brussels berjalan aman-aman aja. Nggak ada tatapan parno dari penduduk, atau pusat perbelanjaan yang sepi, atau turis yang ngacir jauh-jauh. Nggak. Tapi memang keliatan sih, kota ini dalam status waspada. Gue beberapa kali berpapasan dengan tentara (ganteng) yang berjalan keliling kota. Mereka sama sekali nggak mengusik pejalan atau traveler. Kehadiran tentara (ganteng) nggak memberi kesan seram atau mengitimidasi. Sebaliknya, banyak turis cewek yang diam-diam motret tentara (EHEM, GANTENG) yang berpatroli. Mereka juga membantu banget kalau ditanya-tanya, dan satu lagi; kehadiran tentara (GANTENGGGGGGG) ini memberi rasa aman.
Tuh, pada cuek suap-suapan sementara yang menulis blog ini berharap selepas suap-suapan mereka akan grepe-grepean biar bisa divideoin. (dan ternyata abis suap-suapan, mereka ciyuman doang. Ah, gak seru)
Ini view dari Mon Des Arts. Dua tentara ini sudah berjaga selepas matahari terbit. Serem nggak? Yeee… dibilangin ganteng! Foto dari depan, dong! Nah, gue gak punya. Lebih demen motret dari belakang soalnya (iye, gue stalker)
Pernah denger pepatah: elo belum ke Belgia kalau belum makan wafel dan nyicipin cokelatnya? Kalimat ini benar adanya. Cokelat di Belgia memang enak warbiyasak (tapi buat gue, juaranya tetap cokelat Swiss! More on this in other post)
Di Brussels dan Ghent (gue akan bahas kota ini di postingan setelah ini). gue puas banget minum cokelat panas, dan lewatin banyak toko cokelat yang displaynya beneran bikin iler menetes-netes karena saking menggemaskannya.
Dari sekian banyak toko cokelat, entah kenapa kaki gue membawa gue ke dalam Neuhaus. Sebelumnya gue memang sudah pernah mendengar merk ini, tapi belum pernah mencoba sama sekali. Rupanya, a conversation with stranger yang biasanya terjadi di setiap kota yang gue kunjungi, kali ini bersetting di toko cokelat mahsyur ini.
Saat gue masuk, toko ini sepi sekali. Wajar sih, baru pukul 10 pagi. Toko lain juga baru mulai buka dan pramuniaganya masih berbenah. Di Neuhaus, pramuniaganya adalah seorang perempuan berwajah masam. Dari sekilas pandang, gue menilai perempuan ini adalah orang yang sedang dirundung masalah. Ih, sotoy banget lo, Lex! Tau dari mana? I don’t know. Her eyes told me so. Dan biasanya, intuisi gue benar. Walau wajahnya masam, ketika melihat gue masuk, dia berusaha tersenyum selama seperempat detik lalu sibuk lagi.
Lho kok kampret…. Gue memutuskan melihat-lihat dulu, membiarkannya menyusun cokelat di etalase.
Tokonya sendiri gimana? Cakep banget dekorasinya. Gue motret lumayan banyak di sini. Tentunya setelah minta izin. Soalnya, ada banyak toko yang melarang kita memotret interiornya dengan berbagai alasan. Salah satunya, di Praha. But that’s for another story for another time. Yuk, ah, ngiler liat cokelat endeus.
Setelah menenangkan hawa kalap untuk tidak memborong seisi toko karena:
- gue masih harus ke kota lain
- kasian orang lain yang mau belanja
- kasian si cewek ini ntar gak ada kerjaan dong
- males banget kalo harus beli dua belas koper lagi untuk cokelat doang
Begitulah. Gue memang baik hati dan memikirkan orang lain. Padahal alasan sebenarnya, jatah jajan gue di sini 50 euro doang. Weka weka weka. *gagal sombong*
Karena dia sibuk sendiri membenahi cokelat dan ada kemungkinan dia menganggap gue laler sipit yang gak akan jajan, gue membuka percakapan.
“Hi! Good morning!”
*dicuekin*
*yawla saya bukan laler plis deh*
“Hi… I’d like to buy chocolate, please.”
Kali ini berhasil. Dia menoleh dan tersenyum — yang lagi-lagi, terlihat terpaksa, sama seperti kali pertama ia senyum selama seperempat detik. Senyum perempuan ini tak mencapai matanya.
“Which one do you want?”
“Honestly, I don’t know.”
Di luar dugaan, perempuan berwajah masam ini tak terlihat terganggu. Ia malah membantu gue memilih.
“What do you like? Dark chocolate? Milk chocolate? With nuts? Pralines? We have so many selections here.”
Senyumnya kali ini lebih lebar. Karena aksen Inggrisnya yang asing di telinga gue, gue bertanya langsung.
“You’re not from Belgium, are you?”
“No. I’m Russian.”
Mulut gue membentuk huruf O tanpa suara.
“That’s why your accent is unlike Belgians…”
Dia tersenyum tipis.
“Thank God for that. Not so many Belgians speak English.”
Dia benar. Ketika tiba di stasiun dan bertanya di mana Novotel Grand Place, orang-orang yang gue tanya either menjauh atau ngoceh pakai bahasa Prancis dan menjauh.
“Ah, I noticed that! I just got here from Amsterdam. The people there are so friendly and their English are excellent!”
“True. The way I see it, Belgians here are like French. They don’t and can’t speak english, and rude.”
Dia ngomong ‘rude’ sambil mendengus. Untungnya tak ada ingus yang melesat ke cokelat.
“Then why are you here?”
“I am a backpacker. I want to travel the world. But, I ran out of money and had to work temporarily. So, like it or not, I have to survive Brussels. So far, I hate this city. It’s been a year and it’s getting worse.”
“Wow. That bad?”
“You’re a tourist. You don’t live here, so you couldn’t possibly know how boring this city is. Everything is so expensive. Everything is dull. I can’t find even one friendly person.”
“Really? I just got here, and generally, even the Belgians don’t speak English that good, they’re quite friendly.”
She didn’t respond and instead she asked me what kind of chocolate I want. So I said, whatever your best selling is, I want it.
Setelah membayar cokelat, gue keluar dari toko itu dan berpikir, cewek Russia ini kelakuannya mirip sama sebagian orang Jakarta: terpaksa hidup dan bertahan dan mencari makan di situ, tapi sambil ngomel dan merepet. Maunya hidup enak tapi kalau kerja ngomel mulu dan menjelek-jelekkan tempat tinggal dan tempat kerjanya. Atau, nyetir mobil tapi sambil memaki kemacetan Jakarta. Lucu memang. Hehe.
You know… you don’t shit the hands that feeds you. Kalau si cewek itu memang nggak betah banget-banget di Brussels, ngapain juga dia bertahan sampai setahun, ya? Kan bisa aja dia pindah ke negara lain dan cari kerja di sana. But hey, to each their own. Yang jelas, gue seneng dapet cokelat satu box buat sahabat gue. Semoga si cewek Russia ini bisa segera pindah dari Brussels atau tetap tinggal di sana dan mencoba berdamai dengan keadaan dan mulai menerima, memang nggak di setiap tempat orang-orangnya bisa berbahasa Inggris. Atau… kalau elo mau tersenyum lebih lebar, bertutur kata lebih ramah, hati nggak dipenuhi dengan amarah yang melelahkan, niscaya hidup akan lebih enteng. Masalah ada karena kita dituntut untuk mencari solusi, bukan memaki-maki.
Satu lagi yang bikin gue rada heran: Kalo elo beneran backpacker/traveler, seharusnya perjalanan-perjalanan selama ini akan bisa membuat mata lebih terbuka dalam melihat dunia, dong? DONG? DONG?!!
Kata kuncinya: berdamai dengan keadaan, dan belajar untuk mengenal kata cukup dan bersyukur. Itu sih, kalo gue.
Sekian postingan hari ini. Ini postingan terlama yang gue tulis sejauh ini soalnya gagal upload foto. Kzl. Sebagai bonus, nikmatilah selfie dariku. :”>
10 responses to “26 Days in Europe: Belgium – Charming Brussels”
Selfie e kurang akeh.. Wekaweka..
Coklatnya sukses bikin gw drooling di pagi buta. But thanks for that, gw jd lupa dg kegalauan gw di pagi buta ini. This post is such a mood booster. Matur nuwun.
Ntar terbang ke mana lagi? Have a safe flight and have a great day too, Lexy!
Wah seru… Terutama part “menelan mentah-pendapat orang ttg betapa Brussel standar & ga ada apa2 nya”, hehe.. Trus, wkt ditanya, ” are u kind of some celebrity?”, dijawab apa? Kok ga dilanjutin critanya, hehe.. Again, I love the pictures, they are so lovely, especially the view from, what is it? 4th or 3rd floor of your hotel room? *considering you wrote that the buildings in ring 1 were not too high :)
Kalo aku bacpacker, trs stranded gak.punya duit, trs kudu kerja ditmpt yg byk coklatnya kayak gitu, bakalan seneng banget deh, tiap hari selpi, pamer2in coklat ke temen2 diindo hahahha.. gimana gak seneng, tokonya ajah cuantek gitu, coklat dimana2, mosok ya gak hepi.. apa aku murahan ya, hepinya gampang wkwkwkwk
I’m drooling ~
dan, setuju sekali ama berdamai ama keadaan, ya kalo lo nggak menikmati, gimana lo bisa bahagia? ngedumel nggak nyelesaiin masalah kan?
thank you for sharing this, koh :))
aku ampir nangis liat foto2nya… keren banget koko, parah itu yg bilang biasa2 aja, di foto aja udah baguuuus banget gitu apalagi aslinya…. jadi pengen kesanaaaaa… kalau honeymoon disana kayaknya romantis banget yaaaaa….. love it koh…..
postingan ini keren bingits..
aku suka deh klo koh lexi posting ttg suatu daerah pasti cerita ttg hal-hal yang dia alamin disana keureeennn
anw, ga foto di Mannekin Pis koh? :D
Brussels ternyata cakeppp… dan coklatnya bikin ngilerrr :D
Koh lah coklat nya koh ampyun coklaaatttt
Ternyata ada cerita lain di balik cakepnya Brussel, di dalam toko coklat. Suka deh sama sedikit petuah dari Kokoh.
Thanks for sharing. I read many of your blog posts, cool, your blog is very good.