Kalau ditanya: sunset atau sunrise? Gue akan jawab tanpa mikir: SUNSET!! Alasannya sederhana saja: gue tak terbiasa bangun subuh dan nongkrong di balkon apartemen atau di puncak gunung atau di atas bukit untuk menunggu sinar pertama menerobos masuk ke retina mata. Buat gue, berburu sunrise yang cantik pengorbanannya terlalu banyak. Bayangin aja, tidur larut malam karena deadline kerjaan, atau karena di waktu siang energi gue dihabiskan untuk keliling-keliling. Terus, gue masih harus bangun subuh-subuh demi sunrise? Males abis.
Namun, seperti pepatah sakti yang berlaku dari zaman dinosaurus masih bingung cara memakai tangan depannya untuk selfie sampai zaman sekarang ketika setiap orang selfie lebih dari dua puluh kali sehari, percayalah, akan ada saatnya elo menjilat ludah lo sendiri.
Seperti gue, ketika bersua dengan sunrise di Borobudur.
Ketika banyak teman-teman gue merencanakan di mana dan dengan siapa mereka akan menghabiskan malam tahun barunya, gue sudah punya rencana tentang itu berbulan-bulan sebelumnya. Kejadian ini bisa disebut anomali, karena gue adalah manusia yang teramat impulsif. Gue bisa bergerak ke suatu tempat hanya karena gue menginginkan pergi ke sana saat itu juga, tanpa berpikir panjang. Namun karena mendapatkan diskon menginap di sebuah resort ternama di Jawa Tengah, gue langsung tahu ke mana gue akan menghabiskan malam tahun baru berbulan-bulan sebelumnya, yaitu di kota Magelang. Di luar kebiasaan gue yang tak pernah mencari tahu kota baru yang akan gue kunjungi, gue bahkan meng-googling seperti apa Magelang. Begitu tahu Magelang tak begitu jauh dari Borobudur, to-do-list gue bertambah satu lagi: mengunjungi Borobudur untuk pertama kali dalam hidup.
Setibanya di resort, gue kembali dikejutkan hal baru: ada opsi menikmati matahari pertama di tahun baru. Sebagai orang yang tak suka bangun pagi, awalnya gue hampir menolak. Namun dengan keyword matahari pertama di tahun baru, mau tak mau gue tergoda juga. Apalagi, gue baru tahu hari itu, tak semua orang bisa masuk ke kompleks Borobudur subuh-subuh. Akhirnya, gue memutuskan sudah saatnya menjilat ludah sendiri. Well, it’s for a new experience and I won’t hesitate to experience itu, even though it means I have to wake up super early in the dawn of new year.
Karena di tanggal 31 Desember 2012 cuaca di Magelang didera hujan – mendung – hujan – mendung, gue sudah mempersiapkan diri untuk tak berharap terlalu banyak bahwa gue akan mendapatkan sunrise yang cantik di Borobudur. Namun di tanggal 1 Januari subuh, langit menjadi amat cerah. Gue sampai takjub akan dua hal: bisa bangun subuh tanpa diguyur air dingin seember, dan hujan tak lagi membahasi Magelang. Harapan gue kembali melambung tinggi untuk menyaksikan sunrise spektakuler di awal tahun.
Sampai di pelataran Borobudur, gue berhenti sejenak, mencoba mencerap segala keagungan candi terbesar di Indonesia ini. Pertama melihat Borobudur di hari pertama pergantian tahun, dengan bulan yang masih menggantung di atas candi, dengan langit yang perlahan berubah dari biru gelap ke biru muda, membuat gue merinding sejadi-jadinya. Gue bahkan kehabisan kata-kata untuk mendeskripsikan kecantikan Borobudur.
Gue makin merinding tatkala guide gue mulai menceritakan legenda seputar pembuatan candi ini. Guide gue, Pak Joko, adalah seorang Jawa yang mempelajari sejarah dan cerita yang terukir di dinding Borobudur selama tiga tahun lebih. Menurut beliau, belajar sembilan tahun pun, masih belum cukup untuk menuntaskan semua cerita yang terpatri di dinding candi ini. Setiap tingkat candi memuat puluhan cerita yang berbeda. Setiap stupa dan patung punya kisah tersendiri.
Sambil bergerak ke atas, gue terus menyimak cerita Pak Joko, sambil menimpali bahwa sebenarnya gue lebih suka sunset dan lokasi-lokasi sunset terbaik yang gue tau. Pak Joko menjawab, kalau sudah melihat sunrise di puncak Borobudur, pasti akan berubah pikiran. Gue tambah penasaran. Pak Joko melanjutkan ceritanya tentang Sang Buddha, tentang kerajaan-kerajaan mahsyur jaman dulu, sampai cerita tentang pembangunan candi.
Lalu, perlahan-lahan langit menampakkan keajaibannya. Sinar mentari pertama di tahun 2013 menyapa, dan gue hanya bisa terdiam tanpa mampu mengucapkan kata lain selain, “Oh.. My… God…”
Hamparan kabut yang menutupi hutan di seberang Borobudur, siluet stupa-stupa dan patung Buddha yang perlahan-lahan menjadi jelas dan tambah memesona, Gunung Merapi, Sumbing dan Merbabu yang menampilkan kegagahan mereka, bulan yang masih saja terlihat jauh di atas candi, dan warna jingga, merah, dan emas matahari membungkus kami dalam selimut kehangatan dan haru pagi itu.
Gue menoleh ke arah Pak Joko yang juga terdiam menatap sunrise di timur sana. Kami bertemu pandang, dan beliau tersenyum bangga.
“Masih lebih suka sunset?”
Gue menggeleng, menahan airmata haru dan rasa bangga yang membuncah atas keindahan alam Indonesia. Aduh, pagi itu gue cengeng sekali. Tapi, rupanya bukan hanya gue saja yang cengeng pagi itu. Ada beberapa turis dari Jepang yang ikut menitikkan airmata haru karena keindahan Borobudur.
Saat itu juga, gue berjanji kepada diri sendiri, bahwa suatu hari nanti gue akan trekking ke Bukit Punthuk Setumbu untuk menyaksikan sunrise dengan latar belakang Borobudur, karena menurut teman gue dan juga Pak Joko, pemandangannya amat berbeda, dan tak kalah indah dengan yang gue saksikan pagi itu. Hari itu akan terus hidup di benak gue, sampai kapanpun.
Kalau kalian belum pernah menyaksikan sunrise di Borobudur, segeralah masukkan hal ini ke dalam bucket list yang harus wajib nggak boleh nggak dilakukan. It’s just so worth it!
PS: semua foto di postingan ini diambil menggunakan kamera hape. Jadi… ya, gitu, deh. Banyak noise di sana-sini.
PS lagi: kalian udah pernah ke Borobudur? Share your story below!
15 responses to “Magical Sunrise of Borobudur”
Aku tahan nafas dan merinding berkali-kali ketika baca tulisan dan lihat foto-foto ko lexy di postingan ini >..<
Gw pernah beberapa kali, yg terakhir gw nyasar sendirian… dan butuh waktu yg cukup lama untuk bisa keluar dari candi borobudur… gara2nya, pas mau masuk gw bilang gini: seginian doank sih kecil, kalau sendirian jg berani… gitu! Gw misah dari keluarga dan yaah… nyasar! Itu pas gw SMA kejadiannya
Amazing :D ^_^
so nice picture,….
hmmm Liat sunrise di borobudur emang harus masuk di bucket list niih,… :D
thx k’ Lexy ({})
sunrise di borobudur emang indah bgt koh, bahkan lebih indah dari pada di bromo..
ada unsur magis yang nambah keindahan sunrise itu.
sayangnya harga tiket buat masuk borobudur untuk liat sunrise itu mayan mahal.
mata gw berkaca-kaca membaca ini…
Sunrise di Borobudur memang indah, Koh. Kebetulan tahun ini saya mendapat kesempatan buat membuktikannya dengan mata kepala sendiri. Saya sudah pernah ke candi ini dua kali sebelumnya, dan selalu saat siang, saat matahari di atas kepala. Dan, saya harus bilang kalau saya jatuh cinta pada Borobudur saat sunrise. Benar-benar cantik, mistikal, tenang, dan membuat haru di saat bersamaan.
Ini cerita saya saat berkunjung ke sana. Mampir ke blog saya ya, Koh. :”>
http://mirnarizka.wordpress.com/2014/03/30/yuk-jalan-ke-yogyakarta-part-4-habis/
Gue belum pernah :(
aaaah jadi ikutan cengeng D:
aku pernah ke Borobudur beberapa tahun lalu, tapi pas siang hari. panas banget disana, dan terlalu ramai. tapi, sedari dulu emang udah cinta sama daerah Jateng, i love the culture and people there. dan baca postingan ini, entah kenapa kok jadi terharu ya, sampai mau nangis.. indahnya pemandangan di Indonesia, yang terkadang kita abaikan.
thanks for the wonderfull post koh lexy :’)
Aku merasa kalah sama kamu Koh, aku yang justru lebih dekat buat ke Magelang aja ga pernah lihat sunrisenya Borobudur paling ke sana aja juga udh rada siangan. Lain kali harus coba :)))
Keren om ulasannya, jadi pengen banget nyobain menikmatin keindahannya
sumpah keren… sayangnya belum sempat berkunjung kesini
Amazing moment! :)
Gimana, Koh? Sudah menyempatkan mampir ke Punthuk Setumbu? Aku belom pernah liat sunrise di Borobudur sih, jadi ga bisa komen banyak selain “Serius deh, Koh. Sunrise di Punthuk Setumbu is one of the magical experience I’d never forget.” Masalahnya aku emang selalu inget semua momen “mengejar matahari” yg pernah kualamin sih. :)
Your point of view caught my eye and was very interesting. Thanks. I have a question for you.