“I was taken away from my family. Although it’s a distant memory, I could never erase the images off of my mind. You know, I was only a little girl. I needed my parents. But since that day, I never saw them anymore…”
Semua peserta Urban Indigenous Tours terdiam mendengarkan cerita Sheila Humphries. Cerita yang sebelumnya tak pernah gue tau, tentang bagaimana seorang anak – puluhan ribuan anak – dipisahkan paksa dari keluarga mereka oleh pemerintah Australia. Beberapa menit selanjutnya, Sheila Humphries, salah seorang survivor dari The Stolen Generation yang kemudian menjadi seniman Aboriginal yang sangat dihormati di Australia, melanjutkan ceritanya yang membuat kami semua terdiam nelangsa.
Hubungan ‘pendatang’ kulit putih di Australia dan dan penduduk asli di Australia – Aboriginal – memang penuh kontroversi. Gue tadinya tak pernah tau bahwa ada hal semacam The Stolen Generation, sampai gue mengikuti Urban Indigenous Tour yang digagas oleh Rebecca Casey. Mendengarkan Sheila Humphries, salah satu survivor The Stolen Generation bercerita dengan suara datar namun penuh emosi, tatapan mata yang menerawang jauh, membuat gue sadar, ketidakadilan memang nyata, hadir dan akan terus ada di belahan dunia manapun.
Pada usia 4 tahun, Sheila dibawa paksa oleh pemerintah Australia ke sebuah panti asuhan. Dia direnggut dari pelukan mamanya dengan alasan, Sheila akan memperoleh hidup yang layak, pendidikan yang baik, tempat berteduh yang memadai. Pemerintah Australia waktu itu memang memisahkan anak-anak Aboriginal dari orang tua mereka dengan alasan untuk memberikan mereka bekal hidup. Penduduk asli Australia memang dikenal buta huruf dan “tidak berbudaya”, dan pelbagai alasan lain. Periode gelap ini berlangsung dari awal 1900an sampai 1960an, yang kemudian dikenal dengan The Stolen Generation.
“There were many times I wanted to take my life. After what they did to me, I became very bitter and full of hate. I was abused, mentally, physically, and sexually… ”
Suara Sheila terus menggaung di otak gue, membuat gue membayangkan kejadian waktu itu. Bahkan, ketika Sheila hendak menemui orangtuanya, dia dilarang dan diberitahu bahwa mamanya sudah meninggal. Sheila kecil terus dipaksa bekerja di panti asuhan itu, tanpa diberi uang, atau makan yang cukup, atau uang saku. Saat musim dingin, semua anak-anak di panti asuhan itu akan menggigil kedinginan. Mereka bahkan tak diberi selimut tebal atau sekadar sepatu sederhana untuk dipakai. Semua deraan fisik dan mental membentuk Sheila menjadi seorang perempuan yang membenci orang kulit putih. Dia merasa hidupnya telah berakhir saat dia direnggut paksa dari orangtuanya.
“All I wanted at that times was.. I want my mommy.” Hati gue tertusuk-tusuk mendengarkan kalimat Sheila. Wajahnya menjadi sangat sendu.
Saat akhirnya Sheila keluar dari panti asuhan itu, kedua orangtuanya sudah meninggal dan dia tak punya tujuan sama sekali. Ekspresi Sheila melembut saat ia menceritakan bagian bahagia dari hidupnya; menemukan soulmatenya, seorang lelaki Aboriginal yang mengajarinya cinta dan menumbuhkan kembali semangat hidup, serta membuatnya bersekolah, dan bertahun-tahun kemudian, Sheila bertransformasi.
Ketika seseorang mengalami kejadian buruk selama bertahun-tahun, diperlakukan secara tak adil, direnggut hak-hak dasarnya sebagai manusia, maka ia mempunyai dua pilihan: menjadi manusia yang pahit dan memkalianng segala sesuatu dari sisi negatif serta hidup di masa lalu yang kelam, atau kembali bangkit, menatap dan menata masa depannya sebaik mungkin, agar ia mempunyai hidup yang lebih cerah. Sheila adalah manusia tipe kedua. Dia bangkit dengan bantuan suaminya. Ia tak lagi membenci orang yang membuat hidupnya sengsara. Ia tak lagi memikirkan tentang balas dendam. Ia mengingat setiap detil masa lalu kelam, tetapi dijadikannya motivasi untuk bertahan hidup. Tak hanya bangkit, Sheila menjadi perempuan yang sukses dan berpengaruh besar di Western Australia dengan lukisan-lukisan yang dia ciptakan, dan ia sangat bersemangat membangkitkan kembali budaya Aboriginal.
Satu lukisan Sheila Humphries kini bisa bernilai 3000 AUD. Dia konsisten melukis dengan gaya Aboriginal, yang pada siang itu, diajarkannya kepada kami. Dengan selembar kertas berukuran kartupos, peralatan melukis yang ternyata dari batang-batang kecil kayu yang mirip tusuk sate, serta satu palet cat, kami mulai membuat lukisan bergaya Aboriginal. Sheila kemudian menceritakan arti simbol-simbol dari lukisannya, dari simbol matahari, bintang, pemukiman penduduk, laki-laki, perempuan, api unggun, sungai, sampai ke kanguru.
Siang itu gue belajar sejarah kelam Australia selama berpuluh-puluh tahun dalam waktu beberapa jam, yang dituturkan oleh korban yang selamat, yang kemudian menjadi seseorang yang sangat dihormati di Australia. Wisata budaya dan sejarah siang itu diakhiri dengan pertunjukan tari Aboriginal yang khas. Jeritan dan gerakan para penari asli Aboriginal siang itu, berpilin dan berpadu dan melekat terus di benak gue, sampai sekarang, bersama dengan cerita pilu sekaligus inspiratif oleh Sheila Humphries.
Jika kalian mengunjungi Perth, maka The Indigenous Tour adalah tour yang harus kalian sertakan dalam itinerary. It’s so captivating and full of surprises. You will learn about history, culture, witness how edgy and attractive the Aboriginal dance and chanting and language and paintings are, and at the same time, you will see the beautiful landscape on your way there and back.
Urban Indigenous Tours info: http://www.urbanindigenous.com.au/
6 responses to “The Stolen Generation”
kurang panjang ceritanya, ko :)
suka part : Ketika seseorang mengalami kejadian buruk selama bertahun-tahun, diperlakukan secara tak adil, direnggut hak-hak dasarnya sebagai manusia, maka ia mempunyai dua pilihan: menjadi manusia yang pahit dan memandang segala sesuatu dari sisi negatif serta hidup di masa lalu yang kelam, atau kembali bangkit, menatap dan menata masa depannya sebaik mungkin, agar ia mempunyai hidup yang lebih cerah.
seandainya lebih banyak orang beruntung yang bisa ketemu dengan seseorang/sesuatu yang bisa ngebantu ngatasin trauma masa lalunya.
waaa, baru tau juga nih soal The Stolen Generation. Thanks for sharing about this koh. it’s always interesting to learn about other people’s culture and history
Ternyata ada sejarah kelam juga di negara itu…
Ini bisa jd pemicu semangat.. Terima kasih sudah berbagi cerita.. To both of you, Sheila and Lexy.. ☺
Aku baru visit web mu pertama kali ini koh..biasa cm follow twit..yg ini bikin nangiiissss..jd ingat pengalaman ibu gw..terpaksa ngikut keluarga om nya, saat usia 10-12thn biar bs lanjut sekolah..tp istri si oom jahat bgt, suka nyiksa..anak2nya jg..ibu diperlakukan bak anak tiri..bangun jam 4 subuh, nimba air sumur sekian kilo, makan makanan sisa, buku dijahit dr buku sisa2, sholat gk bs tenang, dikia mau leha2, belajar hrs pake lampu biar minyak..dan lain2 penyiksaan..persis sinetron ibu tiri..nAtau cerita hidup alm. Ayah, yg sdh ditinggal ibunuandr lahir, yg ditinggal bpknha dr balita, yg dia ingat cuma punggungnya wkt gendong ayah di belakang..Numpang tinggal sm tantenya, diusir dibuang baju2nya gegara dituduh..dan ayah menangis nyeritain itu..cerita yg bru diceritakannya 3hr sebelum meninggal..nAlhamdulillah, beliau berdua tumbuh bukan menjadi org yg jahat, bitter, dsb..nGw blm prah ketemu laki2 se gentle n sebaaaaaikkkk ayah, gk pernah suudzn sama org lain apalagi sampa nyumpahin org..nnKoh, thanks for sharing this storynSalamnRhien
Thank you for your sharing. I am worried that I lack creative ideas. It is your article that makes me full of hope. Thank you. But, I have a question, can you help me?