Yak! Akhirnya kita tiba juga di bagian terakhir serial blog tentang Jepang. Huge thanks to JNTO Indonesia yang udah ngajak jalan ke Hokkaido dan Kyushu. One of the best trips I’ve ever had! Belum baca bagian sebelumnya? NO worries, here you go: Hokkaido – Kyushu PART 4
Now let’s begin and explore Kyushu!
ARITA POTTERY, TOSU PREMIUM OUTLET, AND HUIS TEN BOSCH
Hari ini dimulai dengan perjalanan menuju kota Saga, yang menjadi salah satu pusat pembuatan keramik berkualitas tinggi di Jepang. Kami tiba di desa tempat Arita Pottery menjelang siang. Sebelumnya, gue sudah terbelalak duluan melihat betapa cantiknya desa ini dengan jembatan membelah sungai dan dua vas superbesar berwarna biru berukiran warna-warni menjaga kedua ujung jembatan batu ini.
Sejujurnya aja, gue deg-degan membayangkan akan membuat keramik dari tanah liat. Pikiran gue melayang ke adegan film Ghost. Bayangan Patrick Swayze berada di belakang Demi Moore dan tangan keduanya saling meliuk dan berpadu sambil membentuk tanah liat ditimpali lagu Unchained Melody membuat gue merinding. Gile, masak iya nanti Kazu-san yang berperan jadi Demi Moore dan gue jadi Patrick Swayze? Eww.
Untunglah imajinasi gue terlalu berlebihan. Kami hanya diberikan keramik yang sudah jadi, dan tugas kami adalah menggambar (HUFT TAU AJA KALO GUE JAGO BANGET NGEGAMBAR) di permukaan keramik yang kami pilih. Gue memilih sebuah gelas dan menatap cat hijau di depan gue dengan tampang sebal. Sementara itu, dua rekan gue sudah mulai melukis keramik mereka. And of course, not surprisingly, they did very well. Hasil akhir: gelas cantik berwarna abu-abu gue kini berubah menjadi gelas buruk rupa bebercak-bercak hijau nggak jelas, sementara kedua rekan gue berhasil mentransformasi gelasnya dengan cantik sekali.
“Ketiga gelas ini nanti akan dibakar supaya mengkilat. Nanti warna hijau yang kalian lukiskan akan menjadi warna biru (khas keramik), dan setelah jadi, gelas-gelas ini akan dikirimkan ke alamat kalian.”
Gue amat bersyukur sampai hari ini gelas itu tak tiba di rumah, karena gue tak suka diingatkan dengan betapa ‘hebat’ dan ‘masterful’nya karya gue yang sampai membuat cewek di situ mendelik. -___-
Siang itu, setelah sedikit menjelajah desa Arita, kami menuju Tosu Premium Outlet. Sementara yang lain kalap belanja, gue kalap …. Main Pokemon. Tiga jam berlalu, gue menangkap lebih dari dua lusin monster, dan rekan perjalanan gue menenteng banyak kantung belanjaan. Semuanya senang.
Rasa senang itu bertahan bahkan makin berlipat saat tiba di hotel di Nagasaki coret. Kenapa coret, karena letaknya memang di pinggiran kota. Tepatnya di area theme park Huis Ten Bosch. Bentuk hotelnya mengingatkan gue akan Stasiun Amsterdam Centraal. Aslik, persis plek. Bedanya, hotel ini tinggi, sementara Amsterdam Centraal hanya sekian lantai. Namun eksteriornya mind blowing miripnya.
Hal mengherankan ini jadi tak mengherankan begitu gue tahu bahwa Huis Ten Bosch memang dibuat semirip mungkin dengan negara Belanda. Lengkap dengan kanal dan rumah-rumah yang mirip banget sama gingerbread house khas Belanda. Mau suasana seperti Giethorn? ADA! Mau kincir angin seukuran aslinya? ADAAAA! Gue kegirangan banget waktu diajak masuk ke theme park ini. Tulip, rumah, kanal, bangunan, semuanya plek dengan Belanda. Dan luas theme park ini kira-kira sebesar negara Monaco. Matik gak lo. HAHAHAHA.
Gue menghabiskan malam gue dengan mengelilingi theme park ini. Masuk ke restoran yang pelayannya adalah robot – serius, robot yang bikinin eskrim, robot yang masakin telur dadar, robot yang jadi kasir. Sementara di negara kita masih ributin sensor atlet di ajang olahraga, Jepang udah bikin robot yang bisa beneran masak, dan rasa masakannya enak. Di sini aku merasa nganuh -___-
Highlight menarik lainnya: ada robot Pat Labor segede aslinya. Reaksi gue: menjerit kenceng banget sampe diliatin banyak pengunjung theme park ini. ADUH. MALU. Tapi sebodo. Gak peduli! Kalau di Odaiba, Tokyo, ada robot Gundam, maka Pat Labor di Nagasaki menjadi saingan beratnya.
Lalu jangan lupakan rumah hantunya. Aselik, masuk ke sini tuh kayak disuruh ketemu calon mertua supergalak kali seratus kali lipat. Baru menginjakkan kaki, dari arah atas, gue mendengar jeritan pengunjung. Belum lagi surak keretak-keretak dari ujung ruangan yang gelapnya lebih gelap dari masa depan gue waktu gue berusia 20-an. Syurem, coy. Tapi gue tetap melangkah maju. Sambil nyalain senter hape. WKWKWKWK CURANG. Sambil komat kamit baca doa, gue melangkah pelan-pelan. 10 menit selanjutnya, gue berulang kali menahan napas, merasakan dan mendengar detak jantung yang lebih kencang dari debur ombak di pantai, berbelok dari satu lorong ke lorong lain sambil berharap nggak ada setan yang mendadak nongol di depan wajah gue, dan berdoa semoga nggak menjerit ngondek. Dan gue berhasil. Gue nggak menjerit walau takut setengah mati.
Apakah gue mau masuk lagi? OH TENTU MAU DONG KAN UDAH TAU ADA APA AJA DI SANA MUAHAHAHA. But seriously, you NEED TO visit Huis Ten Bosch. You need to see the tulips, the windmills, the houses, the boats, the quirky canals, te cooking robots, the sunset from the tower, the haunted house, the HUGE PAT LABOR OMG THIS IS THE BEST!, the street with hundreds of colorful umbrellas, and at night, you need to see the beautiful light instalation which lighten up the canal in burst of colors. Soooooo pretty!!
NAGASAKI
And so, here we are at the end of this lenghty blog post. Setelah 10 hari keliling Hokkaido dan Kyushu, di tanggal 8 Agustus, kami tiba di Nagasaki, tepatnya di dermaga besar kota ini. Seperti biasa, gue nggak menduga sama sekali kalau Nagasaki adalah kota yang cantik. Salah satu orang yang menjemput kami menjelaskan, skyline Nagasaki termasuk top three di dunia. Dua lainnya, adalah Monaco dan Hong Kong. Gue bengong. Demi apaaaaa? Untuk membuktikan ucapan kakak guide dari Nagasaki, sorenya kami diajak ke Mt. Inasa.
Terus gue bengong lagi.
Beneran cakep, ya tuhantu, ya tuhantu bapaknya meninggal jadi hantu #yousingyoulose. Pantes aja view kota Nagasaki dinobatkan sebagai top three of the world. Kota ini memang dipagari berbagai gunung jadi ya wajar banget cantiknya gak ada obat karena banyak bangunan indah dibingkai naik-naik ke puncak gunung, tinggi, tinggi sekali~ #yousingyoulose #youudahkalahduakali.
Setelah sunset berakhir, kecantikan Nagasaki semakin terpampang nyata karena bangunan-bangunan jauh di bawah sana mulai bercahaya. Kerlip lampu kota, lekukan garis pantai, berbagai bentuk gedung, kendaraan yang hilir mudik di jalanan beruas banyak yang disiram lampu kuning, jembatan panjang penghubung antar pulau, semuanya berkilau dan memukau I am lost for words to describe it. All I know is, you need to see it for yourself.
Malam itu gue tidur sambil memimpikan sunset yang sempurna di Mount Inasa. Paginya, gue bangun sambil senyum-senyum, lalu menangis dua jam kemudian.
Gue baru sekali menangis ketika main ke museum, tepatnya di Museum Tsunami di Banda Aceh. Perasaan yang sama kembali menggulung tatkala gue menyaksikan besi bangunan yang melekuk dan terpelintir dahsyat karena panas luar biasa. Gue melihat video berisi kesaksian korban bom, gue melihat puing-puing rumah yang berserakan, dan gue melihat jam kayu yang berhenti di 11.02, saat bom atom meledak di langit Nagasaki.
Hari itu, tanggal 9 Agustus, adalah hari peringatan Bom Nagasaki. Di Museum Bom Atom Nagasaki ini, tak sedikit pun gue melihat pemerintah Jepang menyalahkan negara lain. Fokus di museum ini adalah apa yang terjadi, bagaimana after effect, dan usaha memelihara kedamaian di dunia supaya tak akan pernah terjadi lagi pengeboman di mana pun, oleh siapa pun.
Memilukan rasanya melihat ratusan puisi yang ditulis tentang bom Nagasaki, hati gue hancur saat membaca kesaksian anak-anak yang mencari orang tuanya, suami yang mencari istri dan anak-anaknya, orang tua yang mencari saudara dan anak-anak mereka, hanya untuk menemukan yang mereka cari terbunuh di dalam perang.
Selama lebih dari satu jam, hati gue diremas dan diiris-iris menyaksikan contoh yang begitu vulgar dan gamblang dari kekejaman perang. I could never fathom the level of sadness of those who have lost their loved ones during war time.
Puncak upacara untuk mengenang Bom Nagasaki dilakukan di epicentrum point yang telah dibangun monumen dan taman. Perdana Menteri Jepang, Shinzo Abe, hadir dan memberikan pidatonya. Gue merasa beruntung bisa hadir dan menyaksikan langsung upacara ini. It felt so poignant. Even after so many years, I could still feel the sadness. It’s etched deep into the survivors. And you know what? Salah satu penyintas membungkuk, memberikan hormat kepada korban bom, lebih dari 42ribu jiwa, yang terbunuh di tanggal 9 Agustus 1945.
In many ways, this trip felt so perfect. Gue melihat keindahan alam Jepang. Gue melihat dan merasakan kultur Jepang, gue bersenang-senang di beberapa theme park, gue makan makanan Jepang yang enak-enak, gue akhirnya menyaksikan ladang lavendel yang gue impikan, gue tiga kali mengalami hanabi di kota yang berbeda-beda, dari Otaru, Lake Toya, sampai Beppu, gue bertemu (walau secara nggak sengaja) dengan juara dunia ski jumping asal Jepang, gue melihat PM Jepang berpidato, dan gue mendapat teman-teman baru.
So it’s only fair gue menuangkan pengalaman gue sepanjang ini.
Kalau ada yang nanya: apakah sudah bosan ke Jepang? Kan sudah 5 kali! Jawaban gue adalah: NEVERRRRRR. Masih banyak sekali tempat di Jepang yang belum gue jelajahi. Dan untuk negara secantik ini, kalimat “bosan ah jalan-jalan di Jepang” seharusnya nggak pernah muncul di kamusnya.
Until next blog post, maybe from Japan (again)! :D
4 responses to “From Hokkaido To Kyushu (Part 5)”
penutup yang sempurna koh. di tunggu cerita dari kei :)
Dear Koh, thank you for this very very very beautiful long post. Sudah tamat baca kelima seri nya, dan ga berhenti2 nya amaze. Mudah2an punya rejeki untuk menikmati Jepang
Om gitu kalau Traveling pake direction dari Aplikasi apa refrensi?
Muchas gracias. ?Como puedo iniciar sesion?