Hellos and Goodbyes


Hellos and goobyes. Tears and laughters. Airport adalah tempat yang sangat mengaduk-aduk perasaan.

Bali

Bandara Ngurah Rai

Ceritanya gue sedang transit selama dua jam. Gue agak bingung kenapa pesawat Garuda yang gue tumpangi dari Lombok nggak langsung terbang ke Jakarta. Kenapa harus pake transit di Denpasar? Mau jalan-jalan di Denpasar, tapi tanggung banget waktunya. Cuma 2 jam. Bisa ke mana coba? Paling sekitaran bandara aja. Ya sudahlah, terima nasib saja ya, Nak. *puk-puk diri sendiri*

Daripada gue bengong nggak jelas di ruang tunggu bandara, maka gue ngajak pacar ngopi-ngopi lucu di Starbucks. Gue agak terkejut ketika keluar dari ruang tunggu bandara, dan menyaksikan banyak sekali perubahan di bandara Ngurah Rai. Sekarang bangunannya lebih besar. Lebih banyak lorong yang ditambahkan, dan tentu saja, bandara itu tetap penuh sesak oleh orang-orang yang hendak bepergian.

Saat gue dan pacar melintasi lorong yang menuju Starbucks, gue mengamati manusia-manusia di sekitar gue. Mengamati manusia sudah menjadi hobi dan kebiasaan gue dari dulu. Murah, menyenangkan, dan selalu saja ada cerita yang gue peroleh dari kebiasaan ini.

Dan malam itu, gue melihat sepasang kekasih (?) yang nampaknya saling mengucapkan kata perpisahan. Lelaki berbaju hitam bercelana jeans dengan tubuh ramping, lumayan tinggi dan berwajah tampan tampak sedang menghapus airmata dari seorang perempuan bule yang bersandar di tiang lorong itu. Perempuan itu menangis, tapi wajahnya menyunggingkan sebentuk senyuman. Tanpa sadar, langkah gue yang biasa sangat cepat jika sedang berjalan secara otomatis menjadi pelan. Gue mulai mengamati laki-laki dan perempuan ini.

Perempuan itu masih terus tersenyum, tapi airmatanya tak berhenti mengalir. Rambut pirangnya yang diikat asal-asalan dan wajah tanpa make-up nya semakin menegaskan bahwa dia membenci saat itu. Waktu untuk berpisah dengan lelaki yang dia sayang semakin dekat. Senyumnya tak bisa menyembunyikan kesedihan yang gue lihat terpancar dari matanya.

Lelaki yang berdiri di depannya mencondongkan tubuhnya, dan membisikkan sesuatu ke telinga perempuan bule ini. Gue nggak bisa mendengarkan apa yang laki-laki ini ucapkan.  Yang bisa gue lihat, airmata perempuan ini mengalir semakin deras, dan dia memeluk lelakinya erat-erat, seakan ingin berkata bahwa setiap detik mereka bersama sangat berharga.

Bangkok

Bandara Suvarnabhumi

Sambil mendorong koper abu-abu melintasi patung-patung besar dewa Thailand, gue bergegas menuju toilet. Pagi menjelang siang di bandara Suvarnabhumi yang dipenuhi manusia dari berbagai penjuru dunia. Ada yang sedang mengucapkan selamat tinggal sambil tertawa, ada seorang ibu-ibu yang sedang menepuk bahu anak lelakinya yang berumur belasan tahun sambil memberikan nasihat dalam bahasa Thailand (dugaan gue aja, sih, soalnya si ABG cowok ini mengangguk-angguk antara paham dan mengantuk :D). Di balik sebuah pilar di bandara itu, gue melihat seorang laki-laki Thai sedang mencium kening seorang perempuan yang menangis tiada henti dan tanpa suara. Laki-laki yang gue duga adalah pacarnya kemudian memeluk perempuan itu sambil terus menciumi keningnya, dan berbisik dengan suara rendah sambil membelai rambut perempuan itu.

Keinginan untuk ke toilet sirna seketika. Gue langsung teringat kejadian di hotel pagi hari sebelumnya.

Saat keluar dari lift dan berjalan buru-buru ke arah lobby hotel, gue melihat seorang laki-laki sedang berlutut di depan seorang perempuan yang duduk di kursi. Wajah perempuan ini murung, cemberut, dan tampak tak suka. Nampaknya mereka adalah sepasang kekasih yang sedang bertengkar. Atau mungkin juga, sedang ada syuting film entah apa. Tapi, tak ada satupun kamera di sana. Lelaki yang berlutut di depan perempuan itu berbicara dengan suara pelan dan rendah. Gue nggak menangkap dan sama sekali nggak mengerti omongan si laki-laki, karena gue kan emang nggak bisa bahasa Thailand.

Karena sudah terlambat, gue nggak menghentikan langkah gue. Gue terus berlari menuju lobby hotel Sukosol. Pagi itu rencananya rombongan kami akan mengunjungi The Grand Palace. Begitu sampai di lobby, gue mendadak sadar akan sesuatu dan mengutuki kebodohan gue: ke Grand Palace nggak boleh mengenakan celana pendek. Jadilah gue kembali lari ke arah lift menuju kamar untuk berganti celana.

Sambil berlari, gue masih sempat melirik ke arah laki-laki yang masih berlutut di hadapan perempuan bertampang masam tadi. Wah, dramanya belum kelar! Laki-laki itu bahkan memberikan tatapan ‘puppy eyes’ sambil mengelus punggung tangan si perempuan. Namun, pandangan perempuan itu tertuju pada vas besar berukiran khas Thailand yang berisi beberapa tangkai bunga anggrek putih.

Lima menit kemudian, gue kembali lari melintasi lorong yang menghubungkan lift dan lobby hotel, sudah mengenakan celana panjang, dan laki-laki tadi masih berlutut di depan perempuannya. Wah, belum kelar rupanya drama pagi itu. Kali ini ditambah dengan tissue di genggaman tangan si perempuan. Gue jadi menebak-nebak, kesalahan apakah yang dibuat si laki-laki sehingga dia rela berlutut sekian lama di lantai marmer yang keras di hadapan perempuan itu, dan dilihat orang-orang yang lewat tapi dia tak peduli sama sekali? Tentu saja, kekepoan gue nggak membuahkan jawaban.

Sambil memelankan langkah gue, gue masih sempat menyaksikan si laki-laki dengan lembut menghapus airmata si perempuan. Perempuannya lalu berdiri. Genggaman tangan mereka terlepas, dan perempuan itu berjalan ke arah lift. Laki-laki itu segera menyusul si perempuan, dan dia menarik tangan perempuan itu, kembali menghapus airmatanya. Kali ini, si perempuan mengusap wajah si laki-laki, dan mereka kembali mengobrol.

Gue nggak bisa menahan senyum yang otomatis menghiasi wajah gue pagi itu. Gue teringat beberapa pertengkaran dengan pacar gue yang selalu selesai dengan ciuman di kening dan pelukan pertanda sudah baikan. Pada akhirnya, sebuah hubungan akan bertahan jika ada kompromi dan saling menekan ego masing-masing. Pada akhirnya, jika cinta sudah berbicara, maka segala tembok penghalang bisa diruntuhkan. Dan nampaknya kedua orang itu sadar, kompomi, komunikasi dan saling memahami adalah kunci untuk saling bertahan melawan gempuran ego.

Kembali ke bandara Suvarnabhumi, gue tersenyum dan sekaligus sedih melihat pemandangan di depan gue. Saat itu, gue sangat ingin memotret mereka. Tapi, gue tak melakukan hal itu. Biarlah pelukan dan ciuman di kening serta jari yang mengusap airmata si perempuan gue rekam dalam otak dan gue bagi lewat tulisan ini saja. Perpisahan selalu menorehkan luka dan airmata, suka atau tidak. Tak terhindarkan.

That’s why i hate goodbyes. They should’ve called it sadbye. It always brings sadness, and there’s nothing good in goodbyes.

And it got me thinking: Goodbyes are beginning of another hellos. What if we don’t want another hello? Why can’t we hold on to what we have now?

Your hello would be your soon to be goodbye. A never ending circle.

Perempuan dan laki-laki di lobby hotel Sukosol Bangkok tak jadi mengucapkan ‘goodbye’ karena mereka mampu berkompromi.

Perempuan dan laki-laki di balik salah satu pilar di bandara Suvarnabhumi terpaksa menangis dan mengucapkan ‘goodbye’ karena jarak tak mengenal kompromi. Sama seperti perempuan dan laki-laki di lorong bandara Ngurah Rai.

Sambil berjalan meninggalkan pasangan yang sedang berpelukan di lorong bandara Ngurah Rai, gue tanpa sadar menggumamkan lagu John Mayer.

… and all we ever do is say goodbye… all we ever do is say goodbye..

.. we say goodbye … we say goodbye…


55 responses to “Hellos and Goodbyes”

  1. (-̩̩̩-͡ ̗–̩̩̩͡ ) pretty sad to read those things, Lex *jd keingetan* ~~~ makanya gw paling gak suka dianter ke stasiun/bandara kalo mo pergi2 jauh, mendingan berangkat sendiri deh. Tp paling suka kalo dijemput, disambut di stasiun/bandara, and yes that hello word brighten my day. :D

    • Don’t you sometimes have the regret why do we have to say hello when we know it will end with a painful goodbye? :D

      • Kata orang bijak, ada perjumpaan ada perpisahan, just like in life, ada kelahiran ada kematian, ya kalo kita lahir kan caranya cuma 2, lahir normal ato sesar, nah kalo mati banyak cara sih (attn.jangan dibayangin!). Yg disesali cara pisahnya aja sih… Kalo gak enak jd “painful” kalo agak enak jd “bikin gatel dikit”, nah kalo pisah asyik2 aja biasanya ya itu yg “memorable” heheheee… {^⌣^}

  2. Sedih banget sih koh :’) , and yes I hate goodbye too.. Aku juga ga mau dianterin ke bandara kalo pergi dalam waktu yg lama. Nyesekkkk.. Tp kl dijemput,, aku mau banget… Rasanya kalau dijemput pacar, deg2an waktu keluar dr pintu hbs ambil bagasi (✽˘⌣˘✽) …

  3. Yes I hate goodbyes, ninggalin ortu demi hidup berdampingan dengan orang yang dicinta, itu hal yang terberat bagi perempuan bali yang menganut sistem patrilinial.
    Hari terbahagia sekaligus jadi hari paling menyedihkan.
    Dan gue baca tulisan lo 4 hari sebelum hari itu tiba

  4. Aaaaaaaa aku sukaaaaaaaaa…. ceritanya pas banget dengan shati aku suasana hati aku sekarang… i hate say goodbye :(
    Btw ini cerita yang kemarin ditweet itu yah koh… keceeeeeeh :)

  5. Gw sama suami LDR. Dua bulan sekali gw jemput dia di bandara. Dan dua minggu kemudian gw anter lagi dia ke bandara utk berangkat kerja lagi. Terakhir, gw bilang gini ke dia : “Someday, we will walk in this airport just like this morning. Only at that time, I won’t be sending you off like this. But, getting on the same plane with you.” You feel me? :)
    Yes, I love airports.

  6. Ini dia ni yg paling maleees “perpisahan” beraat bangeet buat gue sm sperti cerita yg gue baca ini (verry touching).
    Gue berharap gaad perpisahaan. Tp itu sudah hukuim tuhan. Ada pertemuan dan ada perpisahaan.even kita gatau kapan datang dan perginya.
    Keep cheers up #BigGrin

  7. om Alex, Udah 2 kali ini tiap pacar ku balik ke negaranya setelah mengunjungiku. Aku dak berani anter. Kita selalu berpisah dimalam sebelumnya,entah dib rumahku atau di hotel dia. Aku dak pernah sanggup,om. Tapi serindu rindunya aku sama pacar aku, tempat yang selalu kutuju cuma Bandara. Berharap dia datang entah dengan pernebangan apapun. Aku sayang dia,Om. Cuma jarak yang memisahkan kita…. hiks.

  8. Kadang merasa bahwa mending gak usah bertemu aja deh daripada ngerasain sedihnya perpisahan. Tapi.. yah itu semua kan bagian dari hidup. Dan pertemuan & perpisahan semoga bisa mendewasakan kehidupan kita *halah*.

  9. Tapi itu reality kan mas alex, setiap ada perjumpaan pasti akan ada perpisahan, masalah waktu aja. :) sama tinggal kita siap atau tidak? :)

  10. Persis banget sama cerita yang saya alami dengan pacar saya. Selama hampir 2 tahun terakhir, saya dan pacar menjalani LDR *hubungan yang menurut saya sangat menyakitkan*, karena pekerjaannya yang menuntutnya untuk bekerja di luar pulau, kami hanya bertemu 6 minggu sekali. Airport lah saksi bisu perpisahan dan pertemuan kami. Airport lah saksi bisu air mata, senyum, dan rasa dag dig dug saya. Setelah 3 bulan terakhir menjalani hubungan tanpa LDR, akhirnya kami harus menjalani LDR kembali, bedanya kali ini kami mungkin akan menjalani hubungan menyakitkan itu selama berbulan-bulan lamanya. Yaaahh dan lagi-lagi airport lah yang akan menjadi saksi bisu air mata saya saat mengantar pacar saya nanti. Mungkin sekitar 2 atau 3 bulan lagi, airport itu juga yang akan menjadi saksi bisu senyum bahagia saya saat menjemput kepulangan pacar. Bukan waktu yang singkat untuk menahan rindu. :'(
    Thanks Alex, its really touching yet inspiring. :’)

  11. *ngapus air mata yang bercucuran*

    Udah 3 bulan sejak terakhir melihat pasangan di Soekarno-Hatta. And there’s two years headin’ on, huhuhu.

    Bener banget, harusnya disebut sadbye. Not goodbye.

  12. pertemuan – perpisahan, selalu berada dalam dua titik, makanya selama masih berada diantaranya jangan deh disia – siakan :) nice post, i like reading it.

  13. So true.tahun lalu gw nganter suami brangkat tugas belajar ke LN. Di bandara gw nahan air mata krn gw gak mau dia khawatir tp smp rmh saat trima telp dr dia sblm dia boarding gw gak tahan dan nangis juga huhuhu.

  14. di selalu mencium saya di airport, dia bilang bertemu setiap 3 bulan sekali adalah hal yg layak disyukuri. yaah .. begitulah kami sejak dua tahun lalu. hellos and goodbyes !

  15. Today gue akan officially ‘goodbye’ sama calon gue ka. True, I don’t need another hellos actually. Gue maunya sama dia. Orgtua dia yg ga mau kita jd satu dan akhirnya cowo gue berpikir kita g punya masa depan hubungan dan ini hrs diakhiri sebelum kita pisah secara ga baik. Painful goodbye bgt. Tulisan ka Alex ini bikin gue g jd membenci siapapun karna gue mau meyakini setelah hari ini berlalu, gue akan menunggu atau menjemput another hellos. Life is a circle. Toh, gue pernah bahagia sama yg akan pisah ini karna gue goodbye dulu sama yg sebelumnya.

  16. Check this out

    […] that is the end of this article. Here you’ll find some sites that we think you’ll appreciate, just click the links over[…]…

  17. Check this out

    […] that is the end of this article. Here you’ll find some sites that we think you’ll appreciate, just click the links over[…]…

  18. Its been 6 months since me and my ex bf hugged each other at an airport. Airport is the place where we first met, and airport is the place where I think I have fallen for him. Now that we are separated for almost 2 months (he cheated on me). Sbnrnya gw udh ga pernah ngungkit ko, tapi kadang2 malem2 masih insomnia keinget dan ga sengaja baca postingan tua lo ini, gue tiba2 kesel n mewek ndiri… :”)) maybe Im still healing. Doain gue ya ko habis goodbye ini ada new hello yg jauh lebih bahagia dan mudah2an untuk selamanya..amiin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *