What makes a good movie, a good movie? For me, it’s always the story and the characters. A good and great movie always, awalys makes me root for the characters. Their story should make me care about them. Nggak peduli itu penjahat nyebelin atau karakter pendukung yang nggak banyak ngomong. Sayangnya, Age of Ultron gagal di sini.
Gue nggak peduli sama Ultron yang ingin menghancurkan dunia.
Gue nggak peduli sama perkembangan kisah Romanoff – Banner.
Gue nggak peduli sama pendalaman karakter Hawkeye.
Padahal, gue sayang banget sama mereka.
Pada nonton Guardians of The Galaxy? Suka? Kalo gue, suka banget banget banget banget. Gue sampe nonton tiga kali saking sukanya. Dan ketika diingat lagi, gue meninggalkan bioskop dengan senyum lebar ala anak kecil dikasih mainan favorit dan hati yang hangat. Kenapa? Karena di luar dugaan, Guardians of The Galaxy sangat menghibur. Gue jatuh cinta sama Groot, pohon (yang diduga reinkarnasi pohon ngamuk di Lord of The Rings *plak*) yang cuma bisa ngomong, “I AM GROOT” doang sepanjang film. Gue sangat ingin si Star Lord berhasil mengalahkan musuhnya dan gue ngakak kenceng banget liat usaha dia mendekati perempuan hijau (bukan, bukan Hulk versi cantik) berjudul Gamora, ngakak tambah kenceng liat Peter Quill adu wit sama si Rocket. Gue mengerti motif balas dendam Drax, gue memahami mengapa Gamora ‘berkhianat’, dan tentunya, gue kagum sama Rocket, si rakun kecil – yang punya sedikit syndome megalomaniac, yang amat sangat cerdas.
You see, all of these characters, all of them, make me root for them. Kalau ditanya kenapa gue bisa cinta banget sama pohon (bego) yang cuma bisa ngemeng “I am Groot”, gue akan jawab dengan: karena pengembangan karakter di sepanjang film Guardians of The Galaxy ini bagus banget. Beda sama Age of Ultron. Terlalu banyak tokoh. Terlalu banyak ego. Terlalu banyak ledakan dan CGI sehingga cerita yang seharusnya menjadi core, malah terseret dan tertinggal jauh di belakang.
Menjelang pertengahan film Avengers: Age of Ultron, gue bertanya-tanya, ini Joss Whedon kerasukan Michael Bay apa gimana, sih? Sure, the actions sequens were really nice. Iya, skala ledakan dan kehancuran terus bereskalasi. Tapi… kalo dibandingkan film pertamanya? Ah, sudahlah. Not even close.
The Avengers adalah film yang menurut gue contoh sempurna dari superheroes movies karena berhasil banget menggabungkan karakter beragam yang digali dengan baik, cerita yang membuat gue duduk tegak sepanjang film, dan didukung oleh efek CGI dan adegan berantem yang breath taking, hingga di akhir film, satu studio bertepuk tangan kenceng banget karena kagum. The numerous wow factors that blended perfectly hence it created one of the best superheroes movies. Age of Ultron throw all of these factors and only left us with bangs and more bangs and even more earth shattering bangs. Boring.
Gue semalaman mikir (seriuosly, semalaman) what went wrong. Karakter di Age of Ultron memang buanyak, sih, karena ada penambahan Quicksilver dan kembarannya, Scarlett Witch. Masalahnya, Whedon lebih memilih jedar-jeder-jedor-mampus-lu-gue-kasih-serangkaian-action-sequens-CGI-yang-bikin-mangap ketimbang mengupas cerita per karakter lebih dalam. Pergantian satu karakter ke karakter lain berlangsung cepet banget. Contohnya, perkenalan Quicksilver dan Scarlett Witch… LOH SEGITU DOANG?! Booooo! Gue belum sempat sayang atau peduli sama Quicksilver atau Scarlett Witch, eh tau-tau udah berantem aje. Belum sempat menikmati perkembangan cerita Hawkeye, lahhhh udah berantem lagi. Belum menyelami konflik internal Hulk atau Natasha Romanoff, yakkk berantem lagi! Belum sempat ngakak kenceng (emang gak ada adegan yang bikin ngakak kenceng, sih) karena bantering antara Tony Stark – Capt. America – Thor – Bruce Banner, LOH KOK UDAH LEDAK-LEDAKAN LAGI, SIK?! *kemudian pundung*
Bahkan, cerita selipan yang maunya membuat film ini jadi lebih dark, kesannya tempelan. Coba deh, cabut cerita Hawkeye dan alihkan settingnya ke tempat lain, niscaya nggak akan ada pengaruh apa pun ke core cerita ini.
Core ceritanya apa? Well… buat pembaca setia Marvel dan yang ngikutin MCU (Marvel Cinematic Universe) pasti udah ngeh kalo Avengers dan film Marvel lain ya tentang Batu Akik Infinity Stones. Benang merahnya ya itu, dari Thor pertama sampe Guardians of The Galaxy.
Lalu, apakah Age of Ultron film yang buruk? I wouldn’t say that. Yes, I am upset and disappointed. But AoU is not the ultra-boring-can-I-punch-someone-please Transformers 3 and 4 (yet), so I think it’s still enjoyable. Turunin ekspektasi aja pas nonton biar nggak terlalu bete. And I’m pretty sure there are people who would think the otherwise: that Age of Ultron is better than the first Avengers. That’s okay, too. Namanya juga selera yang pastinya balik lagi ke diri masing-masing.
Kalau di film selanjutnya Joss Whedon (atau siapa pun yang jadi sutradaranya) tetap mempertahankan formula berantem-cerita dikit-berantem banyak-selipin cerita gak penting dikit-berantem lagi-cerita deh, dikit lagi-berantem-berantem-berantem-bok-capek-ye-nontonnya-berantem-melulu, gue nggak yakin gue akan bela-belain nonton Avengers selanjutnya atau Capt. America: Civil War (ini sebenarnya gue tunggu banget-banget because you know… tragedy) dengan penuh semangat. (walau pun pasti gue nonton soalnya udah ‘kejebak’ dari Iron Man)
PS: Pics from mbah kesayangan: google