Hidup Tanpa Empati


Di suatu siang di sebuah pekantoran yang ramai oleh celotehan manusia-manusia kelaparan, seorang perempuan beralis paripurna sedang cemberut sambil mengetuk-ngetuk layar handphonenya. Berkali-kali, dia menggumam sebal. Dia meletakkan hapenya, lalu mengangkatnya dan melirik jam yang tertera di situ, lalu menggumam sebal lagi.

“Ahelah, beliin makan siang aja setengah jam lebih. Gak tau apa gue lagi laper…”

Di sebuah gerai makanan terkenal, seorang bapak berjaket hijau sedang mengantre. Wajahnya terlihat tak sabaran. Di depannya, masih ada sekitar delapan orang yang memesan makanan. Akhirnya tiba gilirannya. Bapak berjaket hijau ini memesan, dan membayar. Baru saja memasang wajah lega beberapa saat, ada notifikasi masuk. Pesanan makanannya dibatalkan. Wajah Bapak Berjaket Hijau langsung pias. Pesanan senilai ratusan ribu yang di tangannya terasa semakin berat.

Di kantornya, si Cewek Cantik Beralis Paripurna memaki ke layar handphone, “MENDINGAN GUE KE MAL SEKALIAN! Hih!”

Padahal jika ia bersabar sedikit, pesanannya akan tiba dalam 15 menit atau kurang. Padahal jika ia merenung sebentar, niscaya ia akan sadar, kang GoJek harus mengantre di jam makan siang yang ramai.

Di depan gerai makanan terkenal, kang GoJek masih menatap bungkusan makan siang mahal yang ia bayar pakai uangnya sendiri. Kang GoJek menggumam, “yah, sekali-kali makan siang mahal, deh…” Ia berdoa dalam hati, semoga banyak orderan masuk dan istrinya tak marah mengetahui ia sudah menghabiskan uang ratusan ribu untuk menomboki makanan pesanan.

Di tempat lain, ada seorang cewek yang sedang kelaparan dan memutuskan makan di sebuah resto bakmi. Di dekat meja kasir, ada dua kang gojek yang sedang menunggu pesanan. Cewek ini langsung berbisik-bisik ke pacarnya,
“Eh kalau aku beliin mie buat kang gojeknya gimana?”
Pacarnya menatapnya heran, “Yawda sana beliin. Kok nanya gimana?”
“Tapi aku malu ngasih tau dia, beb. Kalau dia tersinggung gimana? Kalau dia marah gimana? Kalau dia ngomel judes ke aku gimana? Kalau dia…”
“Hey, Beb. Kamu itu, ndak masuk akal banget kalo ngomong. Ya kali kamu mau berbuat baik ke kang GoJek itu malah kamu yang dicacimaki? Kan tinggal bilang, Bapak, ini ada mie dari saya. Semoga bapak suka. Udah. Gitu doang. Coba, kenapa dia harus marah?”
“Tapi kan…”
“Terserah kamu, ah. Berbuat baik itu ndak perlu takut, Beb. Kalau mau maling, tuh, baru boleh takut dan jiper.”
Terus pacarnya rolling eyes, sebal karena mau ngasih aja pake acara labil.

Setelah berperang batin sebentar, si cewek berponi tanpa spasi akhirnya memesan makanan juga buat kang gojeknya. Awalnya mau pesan buat dua kang gojek di situ, tapi beliau keburu pergi karena pesanan dia udah nyampe. Cewek Berponi Tanpa Spasi menyesal kelamaan perang batin karena malu ngomong langsung.

Alasan cewek itu jajanin kang Gojek sederhana: si kang gojek menunggu pesanan sambil ngeliatin orang-orang yang makan, dan dia terlihat capek sekali, dan cewek ini juga mikir, beliin dia sebungkus bakmie tak akan membuatnya bangkrut.

Cewek ini makan sambil mengawasi si kang gojek dan berbisik-bisik ke mbak yang melayani pesanannya, “mbak, jangan lupa nanti yang dibungkus kasih ke kang gojek itu.” Mbak di resto bakmie tersenyum dan mengiyakan. Eh, pesanan belum datang, si kang gojek udah berdiri hendak membayar pesanannya. Paniklah cewek itu.

Pacarnya langsung tanggap dan bilang, “sana kamu samperin! Ntar dia keburu pergi!” Cewep Berponi Tanpa Spasi buru-buru bangkit dan nyamperin kang gojek malu-malu. (Dalam hatinya, ia bertanya-tanya: kenapa sih mesti malu? Namun, ia tak punya jawaban)

Si cewek ini dengan suara pelan mengobrol dengan Kang Gojek, mengutarakan maksudnya, memohonnya untuk menunggu sebentar. Wajah Kang GoJek langsung cerah. Dengan senyum lebar dan mata berbinar, ia mengucapkan terima kasih berulang kali ke Cewek Berponi Tanpa Spasi. Bahkan dia mendoakan Cewek Berponi Tanpa Spasi supaya dapet rezeki berlimpah dan selalu menjadi orang baik. Cewek ini terharu luar biasa.

Dari dua cerita di atas, kalian yang mana? Cewek Beralis Paripurna, atau Cewek Berponi Tanpa Spasi? Apakah kita termasuk yang nggak sabar menunggu pesanan tiba, atau termasuk yang berempati dan ingin berbagi karena kita sadar, GoJek sudah memudahkan banyak aspek dalam hidup? Bahwa driver GoJek adalah sesama yang membantu kita mencapai tujuan lebih cepat, membelikan makanan tanpa kita perlu antre, mengantarkan dokumen tanpa kita perlu bergerak? Katanya sih, cukup satu tindakan untuk membuat orang mengingat kita. Masalahnya, bagaimana kita ingin diingat? Bertindak seenaknya dan jahat, atau berempati ke sesama?

Gue yakin sih, berbagi rezeki nggak akan membuat kita semua kekurangan. Kalau lo pelit dan medit, hidup juga akan pelit, dan medit. Sebaliknya, semakin ikhlas berbagi, semakin dimudahkan dalam rezeki. Itu yang gue percaya.


23 responses to “Hidup Tanpa Empati”

  1. ini sponsored post gojek nggak? hahah, tapi kokoh keren banget nulisnya semacam cerpen. aku nggak mau jadi cewek alis paripurna, kok antagonis beudh kayak di sinetron2 :p

  2. Yes banyak kejadian gitu dicancel ada juga :( atau kalau nggak ngomel2 krn lama padahal lg ujan deres.

  3. Aku punya usaha makanan koh di go food tiap driver yg pesan makanan, selalu aku Kasih free air mineral+makanan yang aku jual 1 porsi.
    Mereka seneng banget, sampai bilang “makasih ya neng, pasti nanti pas saya pulang anak istri saya seneng saya bawain makanan”
    Padahal makanan yang dikasih gak seberapa tapi ungkapan terima kasih mereka tulus banget.

  4. Sering mendengar kisah dr ojek online yg dicancel oleh customernya ketika pesan makanan. Kok isooo toohh yoooo cancel dengan mudahnya, tanpa basa basi tanya ke ojek onlinenya, “bapak, maaf masih lama gak?, “bapak maaf, bagimana antriannya?”, “bapak maaf, klo memang antrian panjang dan lama, dicancel sama saya bagaimna?, mohn maaf sebelumny, drpada bpk lama2 antri”. Jika ada pembicaraan kan lebih enak yaaa, gak semena2 langsung ‘klik’ tombol cancel. Mungkin kondisi ini harus jadi perhatian juga bagi pihak manajemen, pemesanan makanan semisal GoFood, hanya bsa dilakukan dengan ‘GoPay’, klo gk pake ‘GoPay’ gk bisa. Pokoknya customer kudu bayar duluuukkk, gak ada ditalangin sama ojek online.

  5. Waktu baca ga sadar bacanya sambil nangis. Trimakasih ko author

    Semoga ini bukan iklan go-*ek?

  6. gue mewek bacanya bang lex, bayangin diri sendiri yang jadi drivernya T.T

    sungguh mencari nafkah itu …

  7. Termasuk pengguna ojek online buat beli makanan. Udah sering nunggu smp 1jam bahkan…tapi alhamdulillah gak pernah batalin..gilingan kali batalin…kasian pengemudinya. Tapi jujur belum pernah beliin pengemudinya juga siyyy…sama seperti cewek ke2..takut tersinggung bla bla bla…cuma sebatas kasih tips aja…semoga besok2 bisa pesan 2 porsi..buat gue n pengemudi..
    Aamiin…(aminin aja sendiri…hahhahaha)

  8. baru denger juga kalo belakangan ini mulai marak pelanggan Gojek ngebatalin pesanannya. koq tega ya? memang pernah kejadian juga sih sekali dua kali abang gojek tidak membawa pesanan persis seperti yang kita mau, tapi namanya manusia pasti pernah berbuat salah, kan? gimana kalo kita di posisi si abang Gojek? pasti sedihlah pesanan udah bayar trus dibatalin. sukur kalo perusahaan mau ganti duit yang udah dia talangin, kalo enggak? aku setuju koh, berbagi rezeki enggak bakal bikin kita kekurangan. kalo kita kejam ke orang lain, yg datang ke kita pun kejam juga. kalo kita baik, ya yang datang ke kita pun baik. thank you for sharing this post, koh :) kehadiran Gojek udah sangat memudahkan hidup selama ini :)

  9. Lo emang penulis naskah TERjago koh! Percaya gw
    Kalau mba alberthinie endah bilang kalau lo jago nulis naskah gile !

  10. I’ve been absent for a while, but now I remember why I used to love this blog. Thanks , I will try and check back more frequently. How frequently you update your site?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *