Millenials Are Lazy


Sering banget aku mendengar, dan membaca bagaimana orang-orang mengeluhkan kelakuan millenials. Contohnya: millenials itu pemalas, nggak mau kerja keras, terlalu banyak menuntut dan nggak sabaran. Lalu, katanya millenials itu generasi yang maunya dipuji-puji walau prestasi cuma seupil. Salah satu yang terparah, millenials nggak punya respek ke orang yang lebih tua.

REALLY? Are you sure? 100% sure? Seriously? Isn’t this something your parents and grand parents complained about YOU, dear older people who can barely catch up with technology?

Now let’s rewind. I remember when my grandpa complained about my dad. “Papamu itu ya, waktu remaja nggak bisa diatur. Gak mau cari kerja yang bener. Maunya serba cepat. Beda sama kakek yang jualan mie keliling kampung. Etos kerja kerasnya beda. Sudah begitu, pemalas sekali! Nggak hormat sama orang tua! Udah agak tuaan baru deh dia mendingan … bla bla bla…”

Now let’s compare. Parents of the millenials complain about … millenials: “Anak zaman sekarang itu ya, nggak bisa diatur. Nggak mau kerja keras. Maunya serba cepat mentang-mentang ada internet! Beda sama saya! Kami ini etos kerja kerasnya beda. Millenials ini pemalas sekali pun! Sama orang tua nggak ada sopan-sopannya! Astaga, mau jadi apa …. Bla bla bla…”

Like someone said, it’s the same shit different day. Apa yang dikeluhkan generasi kakekku (baby boomers) ke generasi papaku (gen X), adalah hal yang kurang lebih sama dikeluhkan generasi bokap ke kita (assuming you are millenials too, that is…), para millenials. Bedanya, ada teknologi canggih yang terlibat di sini.

Millenials dibilang nggak punya rasa hormat ke yang lebih tua. The truth is, we do. Tentu saja ada beberapa kerak panci yang emang gak sopan. Let’s face it, di setiap generasi pasti ada. If I may, we, millenials, view everybody as equals. Kami tidak mau diribetkan oleh harus menunduk dan menjilat di tempat kerja, di mana yang tua lebih tau segalanya, yang tua harus lebih didahulukan, yang tua pasti lebih jago. Yes, you may have the experiences and we respect you for that. Namun, ini bukan berarti yang muda tidak tau apa-apa. Kalian mungkin punya posisi yang lebih tinggi di tempat kerja, tetapi ini bukan berarti kami para millenials tidak bisa dan tidak boleh berkontribusi, share ide.

Kalian seharusnya menjadi pemimpin yang bijak, yang bisa menghargai dan mendengarkan, bukan menjadi diktator hanya karena kalian adalah para ‘bos’. Zaman “If I tell you to do shit, you have to do shit” sudah berlalu. The thing about being a leader, you’re not just in charge, you should be taking care of those who are in your charge. Don’t shut us out when we have opinions or solutions just because we’re young and ‘inexperience’, and we’re the ‘millenials’. We respect good leadership regardless your age and it doesn’t mean we can’t stand up for what we believe in. Dan hal ini bukan berarti kami tidak sopan. We were taught to speak our mind. Who taught us? YOU.

Moving on.

Millenials itu pemalas. Allow me to say this: kami lebih suka kata… ‘efektif dan efisien’. Ada teknologi bagus dan cepat, kenapa tidak dimanfaatkan?

Dulu, kalian harus membongkar file satu ruangan untuk mencari dokumen yang kalian butuhkan. Kini, kami tinggal duduk cantik dan buka google, urusan kelar.

We’re not lazy, we just happen to know how to google.

Jika kalian dulu harus menunggu berminggu-minggu untuk mendapatkan balasan dari selembar surat, kini dalam hitungan jam atau bahkan menit, kalian (dan tentunya kami, para millenials) bisa mendapatkan balasan dalam bentuk surel. Tentu, surat dengan tulisan tangan dan amplop lucu dan perangko kesannya romantis. Aku setuju. Namun, jika urusannya superpenting, surel adalah jawabannya.

We’re not lazy, we know how to use technology.

Jika dulu kalian sering ngomel karena saat menelepon tidak ada yang mengangkat karena yang bersangkutan tidak berada di tempat, sudah ada handphone. Hampir setiap orang punya benda yang satu ini. Jika kalian mengeluh tarif menelepon antar operator mihils binggow, teknologi berkembang semakin jauh, menelepon tak butuh pulsa lagi, yang penting speed internetnya cukup. Muncullah VOIP, whatsapp call, dan entah apa lagi.

Again, we are not lazy, we just don’t see any reasons not to use the internet.

Jika kalian di masa lalu harus pergi keluar kota untuk membeli sesuatu yang tidak ada di kota kalian, kami bisa membuka online shop seperti app akulaku dan mencari barang yang kami butuhkan, ketik ini ketik itu, voila. Barang tiba di tempat kami tanpa perlu keluar tenaga banyak, keluar uang bensin, dan buang waktu.

We’re not lazy, we just don’t like wasting our time while we know we could do something better.

Jika dulu kalian harus bayar sewa toko mahal, membayar karyawan beberapa orang untuk menjaga toko, pasang kamera cctv (hey, it’s a millenial technology! :p) biar nggak kemalingan, bayar listrik mahal biar tokonya terang, dan lain-lain, kini tinggal set up online shop, pasang katalog, kasih caption kece, maka kastemer akan berdatangan. Semuanya bisa dikerjakan sambil duduk cantik di café, hanya mengandalkan handphone di tangan dan atau laptop di meja. If you need an example, try app akulaku (www.akulaku.com). Coba cek di google store atau app store. Selain kemudahan untuk mendaftarkan diri, aplikasi ini juga memungkinkan semua pembeli yang berusia di atas 17 tahun untuk mencicil pembayaran belanja tanpa membutuhkan kartu kredit. Semua dilakukan dengan cepat, mudah, dan efektif.

We’re not lazy, we are wired to create simple and fast solution. That’s how technology should work.


9 responses to “Millenials Are Lazy”

  1. Still, remember when my mom said ngapain pegang hape am laptop mulu? Ga pernah gua liat lu belajar.
    Like please mom for the umpteenth time gua belajarnya lewat ppt am pdf yang dikasih guru ?

  2. and clearly that your fans are the millenials :D mungkin klo cakupannya ga sebatas teknologi, apa yang dikatakan oleh para orang tua itu ada benernya. But hey.. we’re raised by them right? ini kaya’ perdebatan telor & ayam :D

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *